Mockingjay Bab 24



BAB 24

  AKU merinding. Benarkah aku sedingin dan seperhitungan itu? Gale tidak berkata, Katniss akan memilih orang yang akan membuatnya patah hati jika dia melepaskannya, atau bahkan siapa pun yang membuatnya tak bisa hidup tanpa keberadaan pria itu. Pernyataan semacam itu akan menyiratkan anggapan bahwa aku terdorong oleh semacam keinginan. Tapi sahabat baikku menebak bahwa aku akan memilih seseorang yang menurutku tanpa keberadaan pria itu tidak sanggup membuatku bertahan hidup. Tak ada petunjuk bahwa cinta, atau hasrat, atau bahkan kecocokan yang akan memengaruhiku. Aku hanya melakukan perhitungan tanpa perasaan tentang apa yang bisa diberikan oleh calon pasanganku.
  Seakan pada akhirnya, pertanyaan yang harus dijawab adalah apalah tukang roti atau pemburu yang bisa membuatku panjang umur. Tega sekali kata-kata itu keluar dari mulut Gale, dan Peeta tidak membantahnya. Padahal segala perasaan yang kumiliki sudah dirampas dan diekploitasi oleh Capitol dan para pemberontak. Pada saat itu, pilihannya sederhana. Aku bisa bertahan hidup tanpa salah satu dari mereka.
  Pada pagi hari, aku tak punya waktu atau energi untuk mengobati sakit hatiku. Saat sarapan pate hati dan biskuit buah ara di kala subuh, kami berkumpul di depan televisi untuk menonton tayangan Beetee. Ada perkembangan baru dalam perang ini. Tampaknya karena terinspirasi dari ombak hitam, sejumlah komandan pemberontak mendapat ide untuk menyita mobil-mobil yang ditinggalkan pemiliknya lalu mengirim mobil itu ke jalan tanpa pengemudi. Mobil-mobil itu tidak memicu semua kapsul, tapi paling tidak mereka mengenai banyak kapsul. Pada pukul empat pagi ini, para pemberontak mulai membuat tiga jalan berbeda yang disebut jalur A, B, dan C hingga menuju pusat kota. Hasilnya, mereka berhasil mengambil alih blok demi blok dengan korban jiwa yang sangat sedikit.
  Ini tidak mungkin bertahan lama, kata Gale. Sesungguhnya aku kaget mereka bisa sejauh ini. Capitol akan melawan dengan menonaktifkan kapsul-kapsul tertentu lalu menyalannya secara manual saat sasaran mereka berada dalam jangkauan. Nyaris seketika setelah dia memperkirakannya, kami bisa melihat apa yang dikatakan Gale di layar. Pasukan yang mengirim mobil melaju menyusuri blok, menyalakan empat kapsul. Sepertinya semua berlangsung dengan baik. Tiga orang mengikuti dan berhasil tiba dengan selamat di ujung jalan. Tapi ketika sekelompok pemberontak berisi dua puluh prajurit menyusul, mereka langsung diledakkan dengan deretan pot bunga mawar di depan toko bunga hingga hancur berkeping-keping .
  Aku yakin Plutarch pasti sengsara tidak bisa berada di ruang kontrol untuk mengendalikan yang satu ini, kata Peeta.
  Beetee mengembalikan siaran ke tangan Capitol, di layar tampak reporter berwajah muram mengumumkan bahwa blok-blok yang berisi penduduk sipil akan segera dievakuasi. Antara berita terbaru tadi dan kisah sebelumnya, aku bisa menandai peta kertasku untuk menunjukkan di mana kira-kira posisi tentara lawan.
  Aku mendengar bunyi baku hantam di jalan, lalu aku bergerak ke jendela, dan mengintip lewat celah di tirai. Dalam sorotan cahaya dini hari, aku melihat pemandangan aneh. Para pengungsi dari blok-blok yang berhasil diduduki kini berlari menuju pusat kota Capitol. Mereka yang paling panik hanya mengenakan pakaian tidur dan sandal, sementara mereka yang lebih siap memakai pakaian berlapis-lapis. Mereka membawa segala yang bisa mereka bawa, mulai dari anjing kecil sampai kotak-kotak perhiasan hingga pot tanaman. Seorang pria dengan jubah mandi berbulu hanya membawa pisang yang kelewat matang. Anak-anak yang mengantuk dan kebingungan berjalan sempoyongan bersama orangtua mereka, banyak di antara mereka yang terlalu kaget atau terlalu bingung untuk meangis. Satu per satu melintasi jarak pandangku. Sepasang mata cokelat yang lebar. Tangan yang memeluk boneka kesayangan. Sepasang kaki tanpa sepatu, beku kebiruang karena dingin, menapaki trotoar di gang. Melihat mereka membuatku teringat pada anak-anak di 12 yang tewas saat melarikan diri dari hujan bom. Aku menjauh dari jendela.
  Tigris menawarkan diri menjadi mata-mata kami pada hari itu karena dia satu-satunya orang yang kepalanya tidak jadi buruan dengan bayaran. Setelah mengamankan persembunyian kami di lantai bawah, Tigris pergi ke Capitol untuk mencari informasi yang bisa membantu kami.
  Aku berjalan mondar-mandir di dalam gudang bawah tanah, hingga membuat yang lain kesal. Firasatku berkata bahwa kami melakukan kesalahan dengan tidak memanfaatkan arus pengungsi yang membanjiri Capitol. Namun sebaliknya, setiap orang yang berdesakan di jalan berarti tambahan sepasang mata yang mencari lima pemberontak yang melarikan diri. Tapi, apa utungnya kami berada di sini? Yang kami lakukan Cuma menghabiskan persediaan makanan yang tinggal sedikit dan menunggu... apa? Para pemberontak mengambil alih Capitol? Bisa berminggu-minggu sebelum pemberontak berhasil, dan aku tak tahu apa yang akan kulakukan jika mereka berhasil melakukannya. Yang pasti aku takkan lari keluar dan menyambut mereka. Coin akan memulangkanku ke 13 sebelum aku berkata, nightlock, nightlock, nightlock.
  Aku tak jauh-jauh kemari, dan kehilangan orang-orangku, untuk menyerahkan diri pada wanita itu. Aku akan membunuh Snow. Lagi pula, banyak hal buruk yang tak bisa kujelaskan tentang beberapa hari terakhir yang sudah kami lewati. Jika dijelaskan, beberapa dari kejadian itu akan langsung membatalkan perjanjianku untuk memberi kekebalan hukum pada para pemenang. Aku tidak memikirkan diriku sendiri, tapi kupikir beberapa orang membutuhkannya. Seperti Peeta, misalnya. Mau dilihat dari sudut manapun, semiua orang bisa melihat rekaman Peeta melempar Mitchell ke kapsul jaring. Aku bisa membayangkan apa yang akan dilakukan dewan perang Coin dengan rekaman itu.
  Menjelang sore, kami mulai gelisah karena Tigris lama tidak kembali. Kami mebicarakan kemungkinan dia ditangkap dan ditahan, lalu melaporkan keberadaan kami, atau mungkin terluka di dalam gelombang pengungsi. Tapi sekitar jam enam sore, kami mendengar dia kembali. Ada bunyi-bunyi benda tersenggol di lantai atas saat dia membuka papan. Aroma daging goreng yang nikmat memenuhi udara. Tigris sudah menyiapkan gorengan daging dan kentang cincang. Ini makanan hangat pertama yang kami makan setelah berhari-hari. dan ketika aku menunggu Tigris mengisi piringku, liurku sudah nyaris menetes.
  Ketika mengunyah makanan, aku mendengarkan dengan saksama cerita Tigris tentang caranya memperoleh makanan ini, tapi yang terutama kucermati adalah betapa pakaian dalam berbahan bulu jadi benda yang berharga untuk ditukar saat ini. terutama untuk orang-orang yang meninggalkan rumah mereka tanpa membawa cukup pakaian. Banyak pengungsi yang masih berada di jalan, berusaha mencari tempat berlindung untuk malam ini. mereka yang tinggal di apartemen-apartemen pilihan di pusat kota tak mau membuka pintu mereka untuk orang-orang yang terlantar. Sebaliknya, kebanyakan dari mereka mengunci pintu rapat-rapat, menutup tirai jendela, dan pura-pura tak ada di rumah. Kini pusat kota penuh dengan pengungsi, dan para Penjaga Perdamaian mendatangi rumah ke rumah, menobrak masuk jika perlu, agar bisa menumpangkan para pengungsi ke dalam rumah.
  Di layar televisi, kami melihat Pemimpin Penjaga Perdamaian dengan lugas menetapkan aturan tentang berapa banyak orang per meter persegi yang harus ditampung di dalam rumah. Dia mengingatkan para penduduk di Capitol bahwa suhu udara akan turun hingga di bawah nol dan mengingatkan penduduk bahwa presiden mengharapkan mereka tidak hanya rela menjadi tuan rumah, tapi juga menyambut tamu dengan tangan terbuka pada saat krisis seperti ini. Lalu mereka menunjukkan rekaman yang jelas akting, di mana para penduduk yang tampak kuatir menerima para pengungsi yang menunjukkan rasa syukur ke dalam rumah mereka. Pemimpin Penjaga Perdamaian mengatakan sang presiden bahkan memerintahkan agar sebagian ruangan di mansion-nya disiapkan untuk menerima penduduk besok. Dia menambahkan bahwa para penjaga toko juga harus bersiap-siap meminjamkan lantai toko mereka jika diminta.
  Tigris, kau bisa saja diminta, kata Peeta. Aku sadar bahwa Peeta benar. Bahkan bagian depan tokonya yang sempit bisa menampung sejumlah pengungsi. Lalu kami akan terperangkap di dalam ruang bawah tanah, terus-menerus berada dalam bahaya karena bisa saja ketahuan. Berapa hari waktu yang kami miliki? Satu? Atau dua?
  Pemimpin Penjaga Perdamaian kembali lagi dengan lebih banyak instruksi pada penduduk. Tampaknya malam ini ada kejadian buruk saat massa memukuli seorang pemuda yang mirip Peeta hingga tewas. Karena itu, mulai sekarang semua orang yang melihat tanda-tanda pemberontakan harus segera melaporkannya pada pihak berwajib, yang akan melakukan identifikasi dan menangkap tersangka. Mereka menunjukkan foto korban. Selain rambut ikalnya yang diwarnai pirang, dia sama sekali tidak mirip Peeta.
  Orang-orang menggila, gumam Cressida.
  Kami melihat liputan terbaru tentang para pemberontak dan mengetahui bahwa mereka berhasil mengambil alih beberapa blok lagi hari ini. aku membuat catatan perempatan-perempatan itu di petaku dan memperlajarinya. Jalur C hanya empat blok dari sini, kataku. Entah bagaimana kenyataan itu lebih membuatku gelisah daripada gagasan bahwa para Penjaga Perdamaian sedang mencari tempat tinggal. Aku jadi suka menolong. Biar aku yang mencuci piringnya.
  Aku bantu ya. Gale mengumpulkan piring-piring makan kami.
  Aku merasakan tatapan Peeta mengikuti kami hingga keluar ruangan. Dalam dapur sempit di bagian belakang toko Tigris, aku mengisi bak cuci piring dengan air panas dan busa sabun. Menurutmu benar tidak? tanyaku. Bahwa Snow akan mengizinkan para pengungsi masuk ke mansion-nya?
  Kurasa dia harus melakukannya, paling tidak di depan kamera, kata Gale.
  Aku akan pergi besok pagi, kataku.
  Aku ikut denganmu, kata Gale. Bagaimana dengan yang lain?
  Pollux dan Cressida bisa berguna. Mereka penunjuk jalan yang baik, kataku. Pollux dan Cressida bukanlah masalah yang sebenarnya. Tapi Peeta terlalu...
  Tak bisa diduga, Gale menyelesaikan ucapanku. Menurutmu dia masih mau kita meninggalkannya?
  Kita bisa berargumen bahwa dia membahayakan kita, jawabku. Dia mungkin akan tinggal di sini, jika kita bisa meyakinkannya.
®LoveReads
  Peeta menerima saran kami dengan akal sehat. Dia setuju bahwa keikutsertaannya bisa membuat kami berempat dalam bahaya. Kupikir rencana ini bisa berhasil, dengan Peeta duduk di ruang bawah tanah Tigris sampai perang berakhir, ketika mendadak dia berkata bahwa dia akan keluar sendiri.
  Untuk apa keluar? tanya Cressida.
  Aku sendiri tidak yakin. Aku mungkin masih bisa dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian. Kaulihat apa yang terjadi pada pria yang mirip aku, jawabnya.
  Bagaimana jika kau... kehilangan kendali? tanyaku.
  Maksudmu... jadi mutt? Jika aku merasa itu bakal terjadi, aku akan berusaha kembali kemari, kata Peeta menenangkanku.
  Dan jika Snow menangkapmu lagi? tanya Gale. Kau tak punya pistol.
  Akan kutanggung risikonya, jawab Peeta. Sama seperti kalian. Mereka berdua bertukar pandang, lalu Gale merogoh kantong sakunya. Dia menaruk tablet nightlock di tangan Peeta. Peeta hanya membiarkan racun itu di telapak tangannya yang terbuka, tidak menolak atau menerimanya. Bagaimana denganmu?
  Jangan kuatir. Beetee sudah mengajariku cara meledakkan anak panah ledakku dengan tangan. Jika gagal, aku masih punya pisau. Dan aku juga punya Katniss, kata Gale sambil tersenyum. Dia takkan membuat mereka puas dengan menangkapku hidup-hidup.
  Membayangkan para Penjaga Perdamaian menyeret Gale membuat otakku memainkan lagu itu lagi...
  Apakah kau
  Akan datang ke pohon itu
  Ambil, Peeta, kataku dengan suara tertahan. Kuulurkan tanganku dan kukatupkan jemari Peeta membungkus pil itu. Tak ada seorang pun yang nanti bisa membantumu.
  Kami melewati malam dengan resah, terbangun karena mimpi buruk orang lain, pikiran kami penuh dengan rencana esok hari. Aku lega saat sudah jam lima pagi dan kami bisa memulai apapun yang sudah direncanakan hari ini untuk kami. Kami menyantap sisa-sisa makanan buah peach kaleng, biskuit, siput menyisakan sekaleng salmon untuk Tirgis sebagai ucapan terima kasih atas segala yang dia lakukan. Perbuatan ini sepertinya memuat Tirgis terharu. Ekspresi wajah aneh dan dia langsung beraksi.
  Selama satu jam berikutnya, dia mendandani kami. Dia memakaikan pakaian biasa untuk menyembunyikan seragam kami di baliknya sebelum memakaikan jaket dan mantel. Membungkus sepatu bot militer kami dengan semacam sandal berbulu. Menahan wig kami dengan jepitan rambut. Membersihkan kilau cat yang kami pakaikan asal-asalan di wajah kami, lalu merias wajah kami sekali lagi. Dia menutupi pakaian luar kami agar kami bisa menyembunyikan senjata. Kemudian Tigris memberi kami tas tangan dan buntelan. Akhirnya, kami mirip seperti para pengungsi yang kabur dari serangan pemberontak.
  Jangan pernah meremehkan kekuatan penata gaya yang hebat, kata Peeta. Sulit melihatnya dengan jelas, tapi kurasa di balik lorengnya Tigris tersipu malu mendengar pujian Peeta.
  Tak ada berita terbaru di televisi, tapi gang di depan toko sepertinya masih sepadat kemarin pagi, penuh dengan penungsi. Rencana kami adalah memecahkan diri dalam tiga kelompok lalu menyelinap ke dalam kerumunan. Kelompok pertama adalah Cressida dan Pollux yang akan bertindak sebagai penunjuk jalan dan membuka jalan kami dengan aman. Lalu aku dan Gale, yang berniat berada di antara pengungsi yang hendak masuk mansion hari ini. kemudian Peeta berjalan di belakang kami, siap menciptakan kekacauan jika diperlukan.
  Tigris mengawasi tirai jendela, menunggu saat yang tepat, membuka kunci pintu, lalu mengangguk pada Cressida dan Pollux.
  Jaga dirimu, kata Cressida, dan mereka pun menghilang.
  Tak lama kemudian kami mengikuti mereka. Kukeluarkan kunci, kubuka borgol Peeta, dan kumasukkan lagi kunci itu beserta borgolnya ke dalam kantongku. Peeta menggosok-gosok pergelangan tangannya. Kemudian ia merengangkan kedua tangannya. Perlahan-lahan aku merasakan keputusasaan. Seakan aku kembali ke Quarter Quell, ketika Beetee memberiku dan Johanna gulungan kawat.
  Dengar, kataku. Jangan berbuat konyol.
  Tidak. Itu Cuma usaha terakhir. Sungguh, jawab Peeta.
  Kukalungkan kedua lenganku di lehernya, merasakan kedua lengan Peeta ragu-ragu sebelum memelukku. Pelukanya tidak semantap pelukannya yang dulu, tapi masih tersisa hangat dan kuat. Sekian lama hanya kedua lengan ini yang melindungiku dari dunia ini. mungkin pelukan ini tak sepenuhnya kusadari saat itu, tapi terasa amat manis di ingatanku, dan kini hilang sudah. Baiklah, kalau begitu. Kulepaskan pelukanku.
  Sudah waktunya, kata Tirgis. Aku mencium pipinya, menangkup rapat kepala mantel, menarik syal menutupi hidungku, dan mengikuti Gale berjalan menuju udara dingin.
  Butir-butir salju yang dingin dan tajam menggigit kulitku yang terbuka. Matahari yang terbit dengan sia-sia berusaha memecah kesuraman. Hanya ada sedikit cahaya untuk melihat sosok-sosok yang berada di dekatmu. Ini sebenarnya situasi yang sempurna, namun sayangnya aku tidak bisa menemukan di mana Cressida dan Pollux. Aku dan Gale menunduk dan berjalan di antara para pengungsi. Aku bisa mendengar apa yang tak bisa kuintip dari celah tirai kemarin. Suara tangisa, erangan, dan tarikan napas berat. Dan tak jauh dari sini ada bunyi tembakan.
  Paman, kemana kita pergi? seorang bocah lelaki bertaya pada pria yang berjalan susah payah membawa kotak penyimpanan kecil.
  Ke istana presiden. Mereka akan memberi kita tempat tinggal baru, desis pria itu.
  Kami berbelok keluar gang dan muncul di jalan utama. Tetaplah berada di sebelah kanan! terdengar suara memberi perintah, dan aku melihat para Penjaga Perdamaian berada di antara kerumunan, mengarahkan arus manusia. Wajah-wajah yang ketakutan mengintip dari balik jendela toko, yang sudah dibanjiri pengungsi. Melihat arus pengungsi yang masuk, toko Tirgis akan kebagian tamu pada jam makan siang. Untunglah kami sudah keluar dari tempat itu.
  Langit sudah lebih terang sekarang, meskipun salju turun makin lebat. Aku melihat Cressida dan Pollux sekitar tiga puluh meter di depan kami, berjalan dengan susah payah diantara kerumunan massa. Aku melongokkan kepala ke sekelilingku untuk mencari Peeta. Aku tidak bisa menemukannya, tapi tatapanku bertemu dengan gadis kecil yang memakai mantel kuning jeruk yang terlihat penasaran padaku. Aku menyikut Gale dan memperlambat langkahku, agar makin banyak orang yang mengerubungi kami.
  Kita mungkin perlu berpisah, bisikku. Ada gadis kecil...
  Bunyi tembakan membelah kerumunan massa, dan beberapa orang yang ada di dekatku langsung tiarap. Jeritan demi jeritan memekik di udara ketika rentetan tembakan kedua membuat kerumunan ke belakang kami juga tiarap. Aku dan Gale menjatuhkan diri di jalan, bergegas merangkak ke toko-toko yang berjarak sekitar sepuluh meter, dan berlindung di balik display sepatu bot berhak lancip di luar toko sepatu.
  Sederet sepatu berbulu menghalangi pandangan Gale. Siapa? Kau bisa melihatnya? Gale bertanya padaku. Di antara sepasang sepatu bot ungu dan hijau daun aku bisa melihat jalanan yang penuh mayat. Gadis kecil yang melihatku berlutut di samping wanita yang tak bergerak, berteriak, dan berusaha membangkitkannya. Gelombang peluru yang lain menembus bagian dada mantel kuningnya, menodainya dengan warna merah, mengempaskan gadis itu hingga jatuh terlentang. Selama sesaat, aku hanya bisa memadangi sosok mungil itu tanpa bisa berkata apa-apa. Gale menyikutku. Katniss?
  Mereka menembak dari atap di atas kita, kataku pada Gale. Aku melihat tembakan terus berlanjut, dan manusia-manusia berseragam putih jatuh di jalan bersalju. Mereka berusaha menghabisi para Penjaga Perdamaian, tapi mereka bukan penembak jitu. Pasti pemberontak. Aku tidak merasa gembira, meskipun itu berarti sekutu berhasil menembus kota. Aku masih terpaku pada mantel kuning jeruk tadi.
  Jika kita mulai menembak, kata Gale. Seluruh dunia akan tahu kita ada di sini.
  Benar sekali. Kami hanya dipersenjatai dengan paah-panah yang hebat. Melepaskan anak panah saat ini artinya mengumumkan pada kedua belah pihak bahwa kami ada di sini.
  Tidak, kataku penuh tekad. Kita harus sampai ke Snow.
  Kalau begitu sebaiknya kita bergerak sebelum seluruh blok ini habis, kata Gale. Kami harus berjalan, dengan memepetkan tubuh kami ke dinding. Namun dinding yang kami lewati kebanyakan jendela toko. Telapak tangan yang berkeringat dan wajah-wajah yang ternganga menempel di kaca itu. Kutarik syalku lebih tinggi menutupi pipiku ketika kami berlari di antara display-display di depan toko. Di balik rak foto-foto Snow yang berpigura, kami berpapasan dengan seorang Penjaga Perdamaian yang terluka yang sedang bersandar di dinding bata. Dia meminta tolong pada kami. Lutut Gale menghajar bagian sisi kepalanya lalu mengambil senjata pria itu. Di perempatan, Gale menembak Penjaga Perdamaian kedua sehingga kami berdua punya pistol.
  Jadi sekarang kita jadi siapa? tanyaku.
  Warga Capitol yang putus asa, jawab Gale. Para Penjaga Perdamaian akan menganggap kita punya sasaran yang lebih menarik daripada kita.
  Aku merenungkan kata-kata Gale tentang peran kami ini ketika berlari cepat melintasi perempatan, tapi pada saat kami tiba di blok berikutnya, sudah tidak penting lagi siapa kami. Tidak penting lagi semua orang di sini. Karena tak ada seorang pun yang memperhatikan wajah. Para pemberontak ada di sini. Membanjiri jalan utama, berlindung di balik pintu, di balik kendaraan, senapan-senapan meletus, suara-suara serak memberi perintah ketika mereka bersiap-siap menghadapi pasukan Penjaga Perdamaian yang berbaris mendatangi kami. Di tengah baku tembak ada kelompok pengungsi yang tak bersenjata, bingung, dan banyak yang terluka.
  Ada kapsul yang diaktifkan di depan kami, melepaskan semburan uap panas yang memgukus semua orang dalam jalurnya, meninggalkan korban-korbannya dengan kulit merah muda melepuh dan mati. Setelah itu, kekacauan tak bisa lagi dihentikan. Ketika sisa-sisa uap menyentuh salju, aku nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Penjaga Perdamaian, pemberontak, penduduk, entahlah aku tidak tahu. Segala yang bergerak adalah sasaran. Orang-orang menembak secara refleks, tidak terkecuali aku. Jantung berdentam dalam diriku, semua orang adalah musuhku. Kecuali Gale. Pasangan berburuku, orang yang selalu melindungiku. Tak ada yang bisa kulakukan selain bergerak maju, membunuh siapa pun yang menghalangi jalan kami.
  Di mana-mana ada orang yang menjerit, berdarah, dan tewas. Ketika kami tiba di tikungan berikut, seluruh blok di depan kami menyala dengan sinar ungu terang. Kami mundur, lalu meringkuk di bawah tangga. Ada yang terjadi pada mereka yang kena sinar itu. Mereka diserang... entah apa? Suara? Gelombang? Laser? Senjata-senjata jatuh dari tangan mereka, jemari mencengkeram senjawajah, ketika darah menyembur keluar dari semua lubang mata, hidung, mulut, dan telinga. Kurang dari semenit, semua orang tewas dan sinar itu hilang. Aku mengertakkan gigiku lalu berlari, melompati mayat-mayat, dan kakiku terpeleset darah kental. Angin memecah salju hingga membentuk pusaran yang membutakan matatapi tidak menutupi bunyi langkah-langkah sepatu bot yang berjalan ke arah kami.
  Merunduk! aku mendesis pada Gale. Kami langsung tiarap. Wajahku mendarat di genangan darah yang masih hangat, tapi aku pura-pura mati, tetap tak bergerak ketika sepatu-sepatu bot melintasi kami. Sebagian orang menghindari mayat. Beberapa orang menginjak tanganku, punggungku, menendang kepalaku ketika lewat. Ketika sepatu bot itu berlalu, aku membuka mata dan mangangguk pada Gale.
  Di blok berikutnya, kami bertemu dengan para pengungsi yang ketakutan, tapi Cuma sedikit tentara. Tepat ketika kupikir kami bisa beristirahat sejenak, terdengar bunyi gemertak, seperti bunyi terlur yang membentur bagian tepi mangkuk tapi bunyi itu seribu kali lebih besar. Kami terhenti, mencari-cari kapsul. Tidak ada apa-apa. Kemudian aku merasakan ujung sepatu botku sedikit bergerak miring. Lari! pekikku pada Gale. Tak ada waktu untuk menjelaskan, tapi dalam beberapa detik lagi kapsul akan terlihat jelas. Ada celah yang mulai terbuka di bagian tengah blok. Dua bagian jalan yang miring itu bergerak turun seperti sayap pesawat, perlahan-lahan menjatuhkan orang-orang ke dalam apa pun yang menunggu di bawah sana.
  Aku bingung antara ingin kabur ke perempatan berikut atau berusaha mendobrak pintu yang berjejer di jalan ini dan masuk ke gedung. Akibatnnya, aku malah jadi bergerak agak menyudut. Ketika sayap itu makin turun, kakiku makin susah melangkah, karena jalan jadi makin licin. Seperti berlari di sisi bukit bersalju yang makin lama makin curam. Dua tujuanku perempatan dan gedung-gedung hanya beberapa meter jaraknya ketika aku merasakan sayap itu bergerak. Tak ada yang bisa kulakukan selain memanfaatkan detik-detik terakhir sayap yang makin turun itu untuk mendorong tubuhku agar bisa ke perempatan.
  Ketika tanganku berpegangan pada bagian sisi jalanan, aku menyadari bahwa sayap-sayap itu sudah tegak lurus. Kakiku menggantung di udara, tak ada pijakan di mana pun. Sekitar seratus lima puluh meter di bawah sana, tercium bau anyir, seperti mayat-mayat yang membusuk akibat matahari musim panas. Sosok-sosok hitam merangkak di dalam bayangan, memangsa siapa pun yang masih selamat akibat terjatuh.
  Jeritan tersekat di leherku. Tak ada seorang pun yang datang menolongku. Aku nyaris kehilangan pegangan di tepian es, ketika aku melihat bahwa aku Cuma berjarak satu setengah meter dari kapsul. Aku menggeserkan tanganku di sepanjang tepian, berusaha menghalau suara mengerikan dari bawah sana. Ketika tangaku sampai ke sudut, kuangkat kaki kananku ke samping. Kakiku berhasil menjangkau sesuatu dan dengan susah payah aku mengangkat tubuhku ke jalanan. Aku terengah-engah dan gemetar, merangkak keluar dari tepian dan memeluk tiang lampu sebagian pegangan, meskipun aku sudah berada di tanah yang rata.
  Gale? aku berseru ke jurang tanpa dasar, tak peduli lagi jika ada yang mengenaliku. Gale?
  Di sebelah sini! aku menoleh bingung ke sebelah kiri. Sayap itu menelan segala hingga ke pondasi gedung-gedung. Belasan orang berhasil mencapai jarak sejauh itu dan kini berpegangan pada apa pun yang bisa jadi pegangan. Kenop pintu, gagang pengetuk pintu, lubang surat. Berjarak tiga pintu dariku, Gale berpegangan pada besi tempa yang jadi hiasan di sekitar pintu apartemen. Dengan mudah dia bisa masuk ke apartemen jika pintu itu terbuka. Namun meskipun Gale menendang pintu itu berkali-kali, tak ada seorang pun yang datang menolongnya.
  Lindungi dirimu! aku mengangkat pistolku. Gale berbalik ketika aku menembaki kunci pintu hingga pintu membuka kedalam. Gale melompat ke ambang pintu dan mendarat di lantai. Selama beberapa saat aku merasa gembira karena berhasil menyelamatkannya. Kemudian tangan-tangan bersarung tangan putih meraihnya.
  Mata Gale bertemu dengan mataku, mulutnya mengucapkan sesuatu padaku tanpa suara namun tak bisa kupahami. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak bisa meninggalkannya, tapi aku juga tak bisa menolongnya. Bibir Gale bergerak lagi. Aku menggeleng menunjukkan ketidakmengertianku. Tak lama lagi mereka akan menyadari siapa orang yang mereka tangkap. Para Penjaga Perdamaian menariknya ke dalam. Pergi! Aku mendengar teriakan Gale.
  Aku berbalik dan berlari menjauh dari kapsul. Kini aku sendirian. Gale jadi tahanan. Cressida dan Pollux mungkin sudah tewas. Dan Peeta? Aku tak melihatnya sejak kami meninggalkan toko Tigris. Aku memikirkan kemungkinan bahwa dia kembali ke toko. Peeta merasa bakal ada serangan dan mundur ke ruang bawah tanah mumpung dia masih bisa mengendalikan diri. Dia sadar bahwa dirinya tak diperlukan lagi untuk mengalihkan perhatian. Dia sudah tak diperlukan sebagai umpan dan harus menelan racun nightlock! Gale tak punya nightlock. Dan Gale takkan pernah punya kesempatan untuk meledakkan anak panahnya dengan tangan. Yang pertama kali akan dilakukan oleh Penjaga Perdamaian adalah melucuti senjatanya.
  Aku jatuh di ambang pintu, mataku perih karena air mata. Tembak aku. Itu yang diucapkannya. Seharusnya aku menembaknya! Itu tugasku. Itu janji yang tak terucap di antara kami, untuk satu sama lain. Aku tidak melakukannya dan sekarang Capitol akan membunuhnya atau menyiksanya atau membajaknya hatiku mulai retak, sebentar lagi aku bakal hancur berkeping-keping. Aku hanya punya satu harapan. Capitol gagal, mereka menyerahkan senjata, dan membebaskan para tahanan sebelum menyakiti Gale. Tapi aku tak melihat kemungkinan tersebut selama Snow masih hidup.
  Dua orang Penjaga Perdamaian berlari, nyaris tak melihat gadis Capitol yang menangis ketakutan di ambang pintu. Kutahan air mataku, kuseka air mata di wajahku sebelum sempat membeku, dan kukuatkan diriku. Oke, aku masih jadi pengungsi tanpa nama. Atau apakah para Penjaga Perdamaian yang menangkap Gale sempat melihatku ketika aku kabur? Kulepaskan mantelku dan kubalik, dan kini bagian dalamnya yang bergaris-garis hitam berada di luar, bukannya berwarna merah.
  Kuatur penutup kepalaku agar menyembunyikan wajahku. Kugenggam senjataku erat-erat menempel di dadaku, sementara aku mengamati blok tersebut. Hanya ada beberapa orang yang keluyuran di jalan dengan wajah bingung. Aku berjalan tepat di belakang orang tua yang tak memperhatikanku. Tak ada seorang pun yang mengira aku akan bersama pria-pria tua. Saat kami tiba di ujung perempatan berikutnya, mereka berhenti berjalan dan aku hampir menubruk mereka. Ternyata kami berada di Bundaran Kota. Di seberang jalan. Dikelilingi gedung-gedung megah, itulah mansion sang presiden.
  Bundaran ini penuh dengan orang-orang yang hilir-mudik, meratap, atau hanya duduk dan membiarkan salju menumpuk di sekitar mereka. Aku bisa bergabung di sini tanpa dikenali. Aku mulai berjalan menuju mansion, kakiku tersangkut kotak-kotak penyimpanan yang ditinggalkan dan kaki-tangan yang kaku tertimbun salju. Sekitar separo jalan, aku menyadari adanya barikade beton. Tingginya kurang-lebih 120 sentimeter dan membentuk persegi panjang di depan mansion. Kupikir beton ini kosong, tapi ternyata penuh dengan pengungsi. Mungkin ini kelompok yang dipilih untuk berlindung di mansion?
  Tapi ketika aku berjalan mendekat, aku memperhatikan ada sesuatu yang lain. Semua yang ada dibalik barikade ini adalah anak-anak. Mulai dari balita sampai remaja. Ketakutan dan kedinginan. Mereka duduk berkelompok atau menggoyang-goyang kan tubuh mereka di atas tanah. Mereka tak dibawa m asuk ke mansion. Mereka dikandangi, dijaga ketat oleh Penjaga Perdamaian. Aku tahu ini ini semua bukan unt uk melindungi mereka. Jika Capitol ingin melindungi mereka, mereka pasti sudah ada di dalam bunker. Ini untuk perlindungan Snow. Anak-anak ini membentuk perisai manusia.
  Terdengar keributan dan massa berdiri lalu bergerak ke sebelah kiri. Aku terperangkap di antara tubuh-tubuh yang besar, menuju ke samping, dan berjalan keluar arus. Aku mendengar teriakan Pemberontak! Pemberontak! dan tahu bahwa para pemberontak berhasil menembus masuk. Momentum membuatku terhantam ke tiang bendera dan aku berpegangan di sana. Dengan tali yang tergantung dari atas tiang, kuangkat tubuhku agar tidak terhantam oleh orang-orang yang lewat. Ya, aku bisa melihat pemberontak membanjiri Bundaran, mendesak pengungsi kembali ke jalan raya. Aku meengamati area yang kapsul-kapsulnya pasti akan diledakkan. Tapi ledakan itu tak terjadi. Inilah yang kemudian terjadi:
  Pesawat ringan dengan lambang Capitol muncul tepat di atas anak-anak yang jadi barikade. Parasut-parasut perak menghujani mereka. Bahkan dalam kekacauan ini, anak-anak tahu apa isi parasut tersebut. Makanan. Obat. Hadiah. Dengan tidak sabar mereka meraih parasut-parasut tersebut, jemari yang membeku kedinginan menarik tali-tali parasut. Pesawat ringan itu menghilang, lima detik berlalu, lalu dua puluh parasut tadi meledak bebarengan.
  Jeritan terdengar dari kerumunan. Salju memerah dan dikotori potongan-potongan tubuh berukuran kecil. Banyak anak-anak yang tewas seketika, tapi ada yang terbaring kesakitan di tanah. Sebagian lagi ada yang berdiri linglung, memandangi sisa-sisa parasut perak di tangan mereka, seakan mereka masih menunggu adanya benda berharga di dalamnya. Aku yakin para Penjaga Perdamaian tak tahu ini bakal terjadi dari cara mereka menjauhkan diri dari barikade, membuka jalan menuju anak-anak itu. Segerombolan orang berseragam putih masuk ke jalan itu. Tapi mereka bukanlah Penjaga Perdamaian. Mereka adalah petugas medis. Petugas medis pemberontak. Aku mengenali seraham mereka. Mereka langsung menolong anak-anak, mengeluarkan peralatan medis mereka.
  Pertama-tama aku hanya melihat sekilas rambut pirang yang dikepang jatuh di punggungnya. Lalu, ketika dia melepaskan mantelnya untuk menutupi tubuh anak yang menjerit, aku memperhatikan ekor bebek yang terbentuk dari kemejanya yang tidak dimasukkan dengan benar. Reaksiku ketika melihatnya sama seperti yang kurasakan ketika Effie Trinket menyebut namanya pada hari pemungutan. Aku pasti langsung lumpuh seketika, karena aku sudah berada di bawah tiang bendera, tak mampu mengingat kejadian beberapa detik yang lalu.
  Lalu aku mendorong kerumunan orang, seperti yang dulu kulakukan. Berusaha memanggil namanya di antara teraka-teriakan lain. Aku hampir sampai di sana, hampir sampai ke barikade, saat kupikir dia mendengarku. Karena selama sedetik, dia melihatku, bibirnya menyebut namaku.
  Dan pada saat itulah sisa parasut tadi meledak.
®LoveReads

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Mockingjay Bab 24"

Posting Komentar