Mockingjay Bab 23



BAB 23

  SIAPA yang akan dipanggil oleh wanita itu untuk minta tolong masih jadi misteri, karena setelah kami memeriksa apartemennya, dia tinggal sendirian. Mungkin teriakannya ditujukan untuk tetangga terdekatnya, atau hanya karena ketakutan. Bagaimanapun, tak ada seorang pun yang mendengarnya.
  Apartemen ini akan jadi tempat yang berkelas bagi kami untuk beristirahat sejenak, tapi istirahat adalah kemewahan yang tak bisa kami dapatkan sekarang. Menurutmu berapa lama lagi mereka tahu bahwa di antara kita ada yang selamat, tanyaku.
  Menurutku bisa kapan saja, jawab Gale. Mereka tahu kita menuju jalan raya. Mungkin ledakan tadi akan membuat mereka menunggu selama beberapa saat, selanjutnya mereka akan mulai mencari jalan keluar kita.
  Aku berjalan ke jendela yang memperhatikan pemandangan jalanan di luar sana, dan saat aku mengintip melalui tirai jendela, aku tidak melihat para Penjaga Perdamaian tapi kerumunan orang yang lalu-lalang dengan kesibukan masing-masing. Selama perjalanan kami di bawah tanah, ternyata kami sudah jauh meninggalkan zona evakuasi dan muncul di wilayah sibuk Capitol. Kerumunan orang ini memberi kami kemungkinan untuk meloloskan diri. Aku tidak punya Holo, tapi aku punya Cressida. Dia menghampiriku di jendela, memastikan bahwa dia mengetahui di mana kami berada, dan memberiku kabar bagus bahwa tidak banyak penghalan menuju istana presiden.
  Saat melihat anggota pasukanku, aku tahu kami tidak bisa melakukan serangan gerilya pada Snow. Darah masih keluar dari luka di leher Gale, yang bahkan belum sempat kami bersihkan. Peeta duduk di kursi beludru sambil menggigit bantal kuat-kuat, entah sedang melawan kegilaannya atau menahan agar tidak menjerit. Pollux menangis di dekat rak di atas perapian yang berupa hiasan. Cressida berdiri dengan tekad bulat di sampingku, tapi dia terlihat amat pucat hingga bibirnya pun memutih. Aku dialiri kebencian. Saat energi itu surut, aku akan jadi tak berguna.
  Mari kita periksa isi lemarinya, kataku.
  Di salah satu kamar tidur kami menemukan ratusan pakaian wanita, jaket, sepatu, rambut palsu, dan riasan yang cukup untuk mengecat rumah. Di kamar tidur di ujung koridor, ada banyak pilihan juga untuk laki-laki. Mungkin barang-barang ini milik suaminya. Mungkin kekasihnya yang cukup beruntung tidak ada di rumah pagi ini.
  Aku memanggil yang lain agar berganti pakaian. Ketika melihat pergelangan tangan Peeta yang berdarah, aku merogoh kantongku mencari kunci borgol, tapi dia menarik tangannya menjauh dariku.
  Jangan, katanya. Jangan. Borgol ini menahanku tetap waras.
  Kau mungkin butuh kedua tanganmu, kata Gale.
  Saat aku mulai tidak bisa menguasai diriku, aku mengiris pergelangan tanganku ke borgol ini, rasa sakit membantuku untuk bisa fokus, kata Peeta. Kubiarkan borgol itu di tangan Peeta.
  Untungnya cuaca dingin, jadi kami bisa menutupi sebagian besar seragam dan senjata kami di balik jas dan jaket yang berlapis-lapis. Kami menggantung sepatu bot kami di leher setelah mengikat kedua talinya lali menyembunyikannya, dan memakai sepatu konyol sebagai gantinya. Tentu saja tantangan sebenarnya adalah wajah kami. Cressida dan Pollux mungkin saja dikenali oleh kenalan mereka. Wajah Gale mungkin tidak asing bagi mereka yang melihatnya di propo dan berita, sementara aku dan Peeta dikenal oleh semua penduduk Panem. Dengan tergesa-gesa kami membantu satu sama lain memakai riasan tebal, memakai rambut palsu dan kacamata hitam. Cressida membungkuskan selendang ke mulut dan wajah aku dan Peeta.
  Aku bisa merasakan detik-detik berlalu, tapi aku berhenti sebentar untuk menyimpan makanan dan persediaan P3K ke dalam kantong-kantongku. Tetap bersama, kataku di pintu depan. Lalu kami berbaris menuju jalanan. Serpihan-serpihan salju mulai turun. Orang-orang yang gelisah berada di sekitar kami, berbicara tentang pemberontakan, kelaparan, dan aku dengan aksen Capitol mereka yang kental. Kami menyebrang jalan, melewati beberapa apartemen. Tepat ketika kami berbelok di tikungan, lebih dari tiga puluh orang Penjaga Perdamaian berjalan melewati kami. Kami segera menepi, sebagaimana yang dilakukan penduduk sungguhan, kami menunggu sampai kerumunan orang kembali ke jumlah normal kemudian melanjutka perjalanan. Cressida, bisikku. Kau bisa pikirkan sebaiknya ke mana kita pergi?
  Aku sedang memikirkannya, jawab Cressida.
  Kami berjalan melewati satu blok lagi ketika sirine berbunyi. Melalui jendela apartemen, aku bisa melihat laporan khusus dan kilasan foto-foto kami. Mereka belum bisa memastikan siapa saja orang di pasukan kami yang tewas, karena aku melihat Castor dan Finnick di antara foto-foto tadi. Sebentar lagi orang yang berlalu lalang pun akan sama berbahayanya dengan para Penjaga Perdamaian. Cressida?
  Ada satu tempat. Bukan tempat yang ideal sebenarnya. Tapi kita bisa mencobanya, kata Cressida. Kami mengikutinya sepanjang beberapa blok dan berbelok menuju gerbang yang tampaknya seperti kediaman pribadi. Namun jalan yang kami lewati sepertinya jalan pintas, karena setelah berjalan melewati taman yang terpangkas rapi, kami keluar lewat gerbang lain menuju jalan kecil di belakang yang menghubungkan dua jalan utama. Ada beberapa toko yang menonjol yang membeli barang-barang bekas, dan satunya yang menjual perhiasan palsu. Hanya ada beberapa orang di sana, dan mereka tidak memperhatikan kami. Cressida mulai mengoceh dengan suara bernada tinggi tentang pakaian dalam dari bulu, dan betapa pentingnya pakaian semacam itu pada bulan-bulan musm dingin. Tunggu sampai kaulihat harga-harganya! Percayalah padaku, harganya setengah dari yang kaubayar di jalan utama!
  Kami berhenti di depan toko yang kotor, yang penuh dengan manekin yang memakai pakaian dalam bulu. Tempat itu sepertinya tutup, tapi Cressida mendorong pintu depan hingga terbuka, dan membuat genta berbunyi. Di dalam toko yang sempit dan remang-remang itu berderet rak-rak barang, bau kulit menyerbu hidungku. Kondisi bisnis pasti tidak bagus, karena kami satu-satunya pelanggan. Cressida langsung menghampiri seseorang yang duduk membungkuk di belakang. Aku mengikutinya, sambil jemariku menyusuri kain-kain halus yang kami lewati.
  Duduk di balik konter, orang paling aneh yang pernah kulihat. Dia seperti contoh operasi plastik yang gagal, karena aku yakin di Capitol sekalipun keanehan seperti ini tak bisa dibilang menarik. Kulitnya ditarik hingga amat ketat dan ditato dengan loreng-loreng berwarna hitam dan emas. Hidungnya dipangkas rata hingga nyaris tak kelihatan. Aku pernah melihat ada orang yang berkumis kucing, tapi tak sepanjang kumis orang ini. hasilnya adalah topeng wajah separo kucing yang seram, yang kini menyipitkan matanya memandang kami curiga.
  Cressida melepas wignya, memperlihatkan tato sulurnya. Tigris, panggilnya. Kami butuh bantuan.
  Tigris. Jauh di dalam benakku, aku mengenali nama itu. Dia orang lama versi dirinya yang lebih muda dan tidak separah ini dalam sejarah awal Hunger Games yang bisa kuingat. Seingatku dia penata gaya. Aku tidak ingat distrik yang dipegangnya. Bukan 12, pastinya. Dia pasti terlalu sering melakukan operasi hingga melewati batas dan dipecat.
  Jadi, seperti inilah hidup para penata gaya yang sudah lewat masa jayanya. Menjadi penjaga toko pakaian dalam sambil menunggu ajal menjemput. Jauh dari sorotan publik.
  Aku memandang wajahnya, penasaran apakah orangtuanya benar-benar menamainya Tigris, yang membuatnya terispirasi untuk memutilasi wajahnya, atau apakah dia memilih gayanya dan mengubah namanya agar sesuai dengan loreng-lorengnya.
  Plutarch bilang kau bisa dipercaya, imbuh Cressida.
  Bagus, dia salah satu orang Plutarch. Jadi jika dia tidak melapor pada Capitol, langkah wanita itu selanjutnya adalah melaporkan keberadaan kami ke Plutarch, yang akan sampai ke Coin. Toko Tigris ini bukanlah tempat yang ideal, tapi Cuma ini yang kami miliki. Itu pun seadainya dia mau membantu kami. Dia mengintip di atara televisi lama dia atas meja konternya, seakan dia berusaha mengenali kami. Untuk membantunya, kutarik selendangku, kulepas wigku, dan aku mendekat agar cahaya dari jendela bisa menyoroti wajahku.
  Tigris menggeram pelan, bukan geraman seperti yang dilakukan Buttercup ketika menyambutku. Dia meluncur turun dari bangkunya. Ada bunyi benda digeser, lalu tangannya muncul dan melambai agar kami mendekat. Cressida memandangku, seakan bertanya Apakah kau yakin? Tapi pilihan apa lagi yang kami punya? Kembali ke jalan dalam kondisi seperti ini pasti akan membuat kami ditangkap atau dibunuh. Aku mendorong pakaian-pakaian bulu itu dan melihat Tigris sudah melepas panel di dasar dinding. Di belakangnya ada puncak anak tangga. Dia menyuruhku masuk.
  Segalanya dalam situasi ini menjeritkan kata perangkap. Sejenak aku merasa panik, lalu aku menoleh memandang Tigris, dan melihat ke matanya yang kuning-kecoklatan. Kenapa dia melakukan ini? dia bukanlah Cinna, bukan jenis orang yang mau mengorbankan dirinya demi orang lain. Orang ini menjadi bagian dari kerendahan Capitol. Wanita ini adalah salah satu bintang Capitol sampai... sampai dia tidak menjadi bintang lagi. Jadi itu alasannya? Perasaan getir? Kebencian? Balas dendam? Sesungguhnya aku merasa tenang saat memikirkannya. Kebutuhan untuk membalas dendam bisa bertahan lama dan panjang. Terutama jika setiap kali kita memandang cermin perasaan itu jadi makin kuat.
  Apakah Snow melarangmu ikut Hunger Games? tanyaku. Dia Cuma balas memandangku. Ekor macannya mengibas tidak senang. Karena aku akan membunuhnya. Bibirnya bergerak membentuk sesuatu yang kuanggap sebagai senyum. Aku merangkak ke tangga setelah memastikan bahwa ini bukalah tindakan konyol yang gila.
  Separo jalan menuruni tangga, ada cincin penarik yang tergantung tepat di depanku dan aku menariknya, membuat ruang persembunyian ini diterangi cahaya lampu bohlam. Ini adalah gudang bawah tanah kecil tanpa jendela atau pintu. Ruangan ini lebar tapi beratap pendek. Mungkin ini hanya bagian di antara dua ruang bawah tanah. Keberadaan tempat ini bisa tak ketahuan kecuali kau punya mata yang awas terhadap dimensi dan ukuran. Tempat ini dingin dan lembap, dengan tumpukan kulit bulu yang sepertinya tak pernah kena cahaya selama bertahun-tahun. Kecuali Tigris yang mengkhianati kami, aku tak yakin ada seorang pun yang bisa menemukan kami di sini.
  Pada saat kami tiba di lantai beton, teman-temanku berada di anak tangga. Panel dinding kembali ke tempatnya. Aku mendengar rak pakaian dalam diatur posisinya di atas roda yang berderit. Tigris kembali meringkuk di bangkunya. Kami ditelan di dalam perut tokonya.
  Kami bersembunyi tepat pada waktunya, karena Gale tampak nyaris pingsan. Kami membuat alas dari kulit bulu, melepas senjata-senjata yang disandang Gale, dan membantunya berbaring terlentang. Di ujung gudang bawah tanah, ada keran yang letaknya sekitar tiga puluh sentimeter dari lantai dengan pipa air di bawahnya. Kuputar kerannya, dan setelah bunyi berdesis dan cairan karat, air jernih mulai mengalir keluar dari keran. Kami membersihkan luka di leher Gale dan aku sadar bahwa perban tak cukup untuk luka ini. lukanya butuh dijahit. Ada jarum dari benang steril di kotak P3K, tapi kami tidak punya dokter. Terlintas dalam benakku untuk meminta bantuan Tigris. Sebagai penata gaya, dia pasti tahu cara menggunakan jarum. Tapi itu berarti tak ada orang yang menjaga toko, dan dia sudah berbuat banyak untu k kami.
  Mungkin aku orang yang paling bisa melakukan pekerjaan ini, aku mengatupkan gigiku rapat-rapat, dan membuat jahitan bergerigi di leher Gale. Jahitannya tidak indah tapi fungsinya yang penting. Aku mengoles lukanya dengan obat lalu membungkusnya. Kuberi Gale beberapa butir obat penghilang sakit. Kau bisa istirahat sekarang. Di sini aman, kataku padanya. Dan Gale pun langsung tertidur.
  Sementara Cressida dan Pollux membuat rajang bulu bagi kami, aku merawat luka di pergelangan tangan Peeta. Kubasuh darah dari lukanya perlaha-lahan, kuoleskan antiseptik, dan kuperban lukanya di bawah borgol. Kau harus menjaganya tetap bersih, kalau tidak infeksi bisa menyebar dan...
  Aku tahu seperti apa keracunan darah, Katniss, kata Peeta. Walaupun ibuku bukan ahli obat-obatan.
  Pikiranku melesat menembus waktu, pada luka yang lain, pada perban yang berbeda. Kau mengucapkan kata-kata yang sama padaku di Hunger Games pertama. Nyata atau tidak nyata?
  Nyata, kata Peeta. Dan kau mempertaruhkan hidupmu untuk mendapatkan obat yang menyelamatkanku?
  Nyata. Aku mengangkat bahu. Kaulah alasan aku bisa tetap hidup untuk melakukannya.
  Benarkah? Komentarku terakhir membuat Peeta bingung. Ingatan yang bersinar dalam otak Peeta pasti berjuang mendapatkan perhatian Peeta, karena tubuhnya jadi kaku dan pergelangan tangannya yang baru diperban terlihat tegang menempel di borgol. Kemudian seluruh energi tersedot dari tubuhnya. Aku capek sekali, Katniss.
  Tidurlah, kataku. Dia tidak mau tidur sebelum aku mengatur borgolnya dan membelenggunya ke salah satu pegangan tangga. Pasti posisinya tidak nyaman, berbaring dengan kedua lengan di atas kepala. Tapi beberapa menit kemudian, Peeta juga tertidur.
  Cressida dan Pollux sudah membuat tempat tidur untuk kami, menyusun persediaan makanan dan medis, dan bertanya padaku soal giliran jaga. Kulihat wajah pucat Gale, ketegangan Peeta. Pollux tidak tidur selama berhari-hari, aku dan Cressida hanya sempat tidur selama beberapa jam. Jika ada pasukan Penjaga Perdamaian datang lewat pintu itu, kami bakal terjebak seperti tikus di gudang. Hidup kami sepenuhnya berada di tangan wanita-macan yang sudah uzur itu, dengan harapan semoga dia berhasrat melihat Snow tewas.
  Sejujurnya menurutku tak ada gunanya bergiliran jaga. Lebih baik kita semua tidur, kataku. Mereka mengangguk pasrah, dan kami semua berbaring di kulit bulu. Api dalam diriku padam, membawa serta kekuatanku. Aku menyerah pada bulu yang halus dan berjamur lalu hanyut dalam alam mimpi.
  Aku Cuma punya satu mimpi yang kuingat. Mimpi yang panjang dan melelahkan, di dalam mimpi itu aku berusaha ke Distrik 12. Rumahku utuh, para penduduk hidup di sana. Effie Trinket, yang tampak mencolok dengan wig pink cerah dan busana yang dijahit khusus untuknya, ikut bersamaku. Aku terus-menerus berusaha menyingkirkan Effie di beberapa tempat, tapi dia terus muncul di sampingku, berkeras mengatakan bahwa sebagai pendampingku dia bertanggung jawab memastikan aku sesuai jadwal. Akan tetapi jadwal kami terus-menerus berubah, terhambat karena kurang cap dari petugas atau tertunda karena hak sepatu Effie patah. Berhari-hari kami tidur di bangku emperan stasiun kelabu di Distrik 8, menunggu kereta yang tak pernah datang. Saat aku terbangun, entah bagaimana aku merasa jauh lebih lelah dibanding mimpi burukku yang biasa, yang penuh darah dan kengerian.
  Cressida, satu-satunya orang yang sudah bangun, memberi tahuku bahwa sekarang sudah sore hari menjelang malam. Aku makan sekaleng daging rebus dan menelanya dengan banyak air. Kemudian aku bersandar di dinding ruang bawah tanah, mengingat kembali kejadian-kejadian pada hari terakhir. Bergerak dari satu kematian ke kematian lain. Jemariku menghitung mereka yang tewas. Satu, dua, Mitchell dan Boggs tewas di blok. Tiga, Messalla meleleh kena kapsul. Empat, lima, Leeg 1 dan Jackson yang mengorbankan diri mereka di Pencacah Daging. Enam, tujuh, delapan, Castor, Homes, dan Finnick yang dimutilasi para mutt kadal berbau bunga mawar. Delapan orang tewas dalam dua puluh empat jam. Aku tahu semua itu terjadi, namun seakan tidak nyata. Castor pasti masih tidur di tumpukan bulu itu, Finnick akan turun dari tangga itu tak lama lagi, Boggs akan memberitahuku rencana pelarian kami.
  Meyakini bahwa mereka tewas artinya menerima kenyataan bahwa aku telah membunuh mereka. Oke, mungkin bukan Mitchell dan Boggs mereka tewas karena tugas yang sesungguhnya. Tapi yang lain kehilangan nyawa karena membelaku dalam misi karanganku. Rencanaku untuk membunuh Snow tampak bodoh sekarang. Sangking bodohnya hingga aku Cuma bisa duduk gemetar di ruang bawah tanah ini, menghitung kekalahan kami, mengelus hiasan di sepatu bot perak selutut yang kucuri dari rumah wanita tadi. Oh yeah aku lupa tentang dia. Aku juga membunuhnya. Aku menghabisi nyawa penduduk tak bersalah.
  Kurasa sudah waktunya aku menyerahkan diri.
  Saat semua orang akhirnya bangun, aku pun mengaku. Bagaimana aku berbohong tentang misi kami, bagaimana aku menempatkan semua orang dalam bahaya demi membalaskan dendamku. Ada jeda yang terisi keheningan panjang setelah aku selesai bercerita. Kemudian Gale berkata, Katniss, kami semua tahu kau bohong tentang Coin yang mengirimmu untuk membunuh Snow.
  Mungkin kau tahu. Tapi para tentara dari Tiga Belas tidak tahu, sahutku.
  Kau benar-benar berpikir Jackson percaya kau mendapat perintah dari Coin? tanya Cressida. Tentu saja dia tidak percaya. Tapi dia percaya pada Boggs, dan Boggs jelas ingin kau meneruskan niatmu.
  Aku tak pernah memberitahu Boggs apa yang kurencanakan, kataku.
  Kau memberitahu semua orang di Ruang Komando! seru Gale. Itu salah satu syaratmu ketika mau menjadi Mockingjay. Aku membunuh Snow.
  Dua hal itu sepertinya tidak berkaitan. Bernegosiasi dengan Coin agar mendapat hak istimewa untuk membunuh Snow setelah perang ini usai dan perjalanan tanpa izin menembus Capitol. Tapi bukan seperti ini, kataku. Ini kacau total.
  Kurasa ini bisa dianggap misi yang amat berhasil, kata Gale. Kita berhasil menyusup ke markas musuh, menunjukkan bahwa pertahanan Capitol bisa ditembus. Kita bahkan masuk berita di Capitol. Kita membuat seantero kota kebingungan berusaha mencari kita.
  Percayalah padaku, Plutarch pasti girang, imbuh Cressida.
  Itu karena Plutarch tak peduli siapa yang mati, kataku. Selama permainannya sukses.
  Cressida dan Gale bergantian berusaha meyakinkanku. Pollux mengangguk menyetujui pendapat mereka untuk memberi dukungan. Hanya Peeta yang tidak memberikan pendapat.
  Bagaimana menurutmu, Peeta? Akhirnya aku bertanya padanya.
  Menurutku, kau masih sadar. Tentang pengaruh yang kau miliki. Dia mendorong borgolnya ke atas tiang dan mengangkat tubuhnya agar bisa duduk. Tak satu pun anggota tim kita yang jadi korban adalah orang bodoh. Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Mereka mengikutimu karena mereka percaya kau benar-benar bisa membunuh Snow.
  Aku tak tahu kenapa suara Peeta bisa menyentuhku dengan cara yang tak bisa dilakukan orang lain. Tapi jika dia benar, dan kurasa dia benar, aku berutang pada yang ain, dan utangku hanya bisa dibayar dengan satu cara. Kukeluarkan peta kertaksu dari saku seragam dan kubuka peta itu di lantai dengan tekad baru. Di mana kita, Cressida?
  Toko milik Tigris ini berjarak lima blok dari Bundaran Kota dan mansion Snow. Kami bisa dengan mudah berjalan kaki melewati wilayah yang kapsulnya tidak diaktiifkan demi keamanan penduduk. Mungkin dengan bantuan persediaan bulu milik Tigris kami bisa punya penyamaran yang bisa membawa kami dengan aman ke sana. Tapi selanjutnya apa? Masion itu pasti dijaga ketat, lengkap dengan dengan kapsul-kapsul yang bisa dinyalakan dengan sekali menjentikkan tombol.
  Kita perlu membuat Snow berada di tempat terbuka, kata Gale padaku. Lalu salah satu dari kita bisa menghabisinya.
  Apakah dia masih tampil di depan umum? tanya Peeta.
  Kurasa tidak, kata Cressida. Paling tidak, dalam pidato-pidato terakhirnya dia berada di dalam mansion. Bahkan sebelum para pemberontak tiba di sini. Aku membayangkan Snow semakin waspada setelah Finnick menyiarkan kejahatan-kejahatannya.
  Benar sekali. Bukan hanya orang macam Tigris di Capitol yang membenci Snow sekarang, tapi banyak orang yang mengetahui apa yang dilakukannya terhadap teman-teman dan keluarga mereka. Pasti butuh mukjizat untuk menggiringnya keluar. Sesuatu seperti...
  Aku yakin dia pasti mau keluar demi aku, kataku. Jika aku tertangkap. Dia pasti mau itu diberitakan seluasnya pada publik. Dia ingin mengeksekusiku di tangga depan istananya. Aku diam sejenak agar kata-kataku bisa terserap. Lalu Gale bisa menembaknya dari penonton.
  Tidak. Peeta menggelengkan kepalanya. Terlalu banyak akhir yang tak bisa ditebak dalam rencana itu. Snow mungkin saja memutuskan untuk menahanmu dan menyiksamu agar bisa memperoleh informasi darimu. Atau mengeksekusimu di depan umum tanpa menghadirinya. Atau membunuhmu di dalam mansion dan memamerkan jasadmu di depan umum.
  Gale? tanyaku.
  Sepertinya rencanamu untuk langsung menghadapinya terlalu ekstrem, katanya Mungkin jika semua rencana lain gagal. Mari kita pikirkan lagi.
  Dalam keheningan yang terjadi selanjutnya, kami mendengar langkah kaki Tigris yang bergerak lebih di atas sana. Pasti sekarang jam tutup toko. Mungkin dia sedang mengunci toko, menutup tirai jendela. Beberapa menit kemudian, papan di puncak tangga terbuka.
  Ayo naik, katanya dengan suara berat. Aku sudah menyiapkan makanan untuk kalian. Ini pertama kalinya dia bicara sejak kami tiba disini. Entah itu suara alaminya atau hasil dari bertahun-tahun latihan, aku tidak tahu, tapi ada sesuatu dalam cara bicaranya yang memberi kesan seperti dengkuran kucing.
  Ketika kami menaiki tangga, Cressida bertanya, Apakah kau menghubungi Plutarch, Tigris?
  Tidak perlu. Tigris mengangkat bahu. Dia pasti tahu kau berada di rumah aman. Jangan kuatir.
  Kuatir? Aku merasa amat sangat lega mengetahui berita yang batal kudengar dan bakal kuabaikan yaitu perintah langsung dari 13. Atau mengarang pembelaan diri atas keputusan-keputusan yang kubuat selama beberapa hari terakhir.
  Di dalam toko, di atas meja konter ada beberapa bongkah roti basi, seiris keju berjamur, dan setengah botol mustar. Makanan ini mengingatkanku bahwa tidak semua orang di Capitol bisa makan kenyang belakangan ini. Aku merasa wajib memberitahu Tigris tentang sisa persediaan makana kami, tapi dia hanya melambaikan tangan tidak memedulikan keberatanku. Aku makan sedikit sekali, sahutnya. Dan, Cuma daging mentah. Pernyataan ini sepertinya membuat Tigris berlebihan mendalami karakternya, tapi aku tidak mempertanyakannya. Aku hanya membuang jamur dari keju dan membagikan makanan di antara kami.
  Sambil makan, kami menonton liputan berita terbaru dari Capitol. Pemerintah memperkecil jumlah pemberontak yang selamat hingga tinggal kami berlima. Bayaran besar ditawarkan kepada mereka yang bisa memberikan informasi yang bisa membuat kami tertangkap. Mereka menekankan betapa berbahayanya kami. Menunjukkan rekaman kami sedang adu tembak dengan Penjaga Perdamaian, meskipun tidak menampilkan mutt-mutt yang mencabik-cabik kepala mereka, mereka juga menunjukkan penghormatan terakhir pada wanita yang terbaring di tempat kami meninggalkannya, dengan panahku yang masuk tertancap di dadanya. Ada orang yang merias wajahnya agar bagus tampil di depan kamera.
  Para pemberontak membiarkan siaran itu berlangsung tanpa terputus. Apakah para pemberontak sudah membuat pernyataan hari ini? aku bertanya pada Tigris. Wanita itu menggeleng. Aku yakin Coin tahu apa yang harus dilakukannya denganku sekarang, setelah tahu aku masih hidup.
  Tigris tergelak kecil dengan suaranya yang serak. Tak ada seorang pun yang tahu harus berbuat apa padamu, Nak. Kemudian dia menyuruhku mengambil celana ketat berbahan bulu meskipun aku tak sanggup membayarnya. Ini jenis hadiah yang harus kuterima. Lagi pula, di bawah tanah itu dingin sekali.
®LoveReads
  Di bawah tanah setelah kami makan malam, kami melanjutkan diskusi tukar pikiran menyusun rencana. Tak ada rencana bagus yang berhasil kami susun, tapi kami sependapat bahwa kami tak bisa lagi pergi berombongan berlima dan kami harus berusaha menyusup ke istana presiden sebelum menjadikan diriku sebagai umpan. Aku menyetujui rencana kedua. Untuk menghindari perdebatan. Kalau aku memutuskan untuk menyerahkan diri, aku tak butuh izin atau dukungan orang lain.
  Kami mengganti perban, memborgol Peeta kembali ke tiang, lalu bersiap tidur. Beberapa jam kemudian, aku terbangun dan menyadari ada yang sedang mengobrol dengan suara pelan. Peeta dan Gale. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menguping.
  Terima kasih airnya, kata Peeta.
  Sama-sama, sahut Gale. Lagi pula, aku terbangun sepuluh kali malam ini.
  Untuk memastikan Katniss masih di sini? tanya Peeta.
  Semacam itulah, Gale mengakui.
  Ada jeda panjang sebelum Peeta bicara lagi. Lucu juga apa yang dikatakan Tigris tadi. Tentang tak ada seorang pun tahu apa yang harus dilakukan terhadapnya.
  Yah, kita tak pernah tahu, kata Gale.
  Mereka berdua tertawa. Aneh rasanya mendengar mereka bicara seperti ini. Nyaris seperti sahabat. Padahal sebenarnya tidak. Tak pernah jadi sahabat. Walaupun mereka juga tidak bisa dibilang bermusuhan.
  Dia mencintaimu, kau tahu tidak? kata Peeta. Tanpa perlu dia bilang, aku tahu setelah mereka mencambukmu.
  Aku tidak percaya, sahut Gale. Caranya menciummu di Quarter Quell... yah, dia tak pernah menciumku seperti itu.
  Itu cuma bagian dari pertunjukkan, kata Peeta, meskipun ada nada ragu dalam suaranya.
  Tidak, kau sudah memenangkan hatinya. Menyerahkan segalanya demi dia. Mungkin itu satu-satunya cara untuk meyakinkan dia bahwa kau mencintainya. Ada jeda panjang. Seharusnya aku mengajukan diri menggantikan posisimu pada Hunger Games pertama. Melindunginya pada saat itu.
  Kau tidak bisa melakukannya, kata Peeta. Dia takkan pernah memaafkanmu. Kau harus mengurus keluarganya. Baginya, keluarga lebih penting daripada hidupnya.
  Sebentar lagi takkan jadi masalah. Kurasa kecil kemungkinan kita bertiga masih hidup saat perang berakhir. Dan jika kita bertiga masih hidup, kurasa itu masalah Katniss. Siapa yang ingin dipilihnya. Gale menguap. Sebaiknya kita tidur.
  Yeah. Aku mendengar borgol Peeta merosot turun di tiang. Aku merasa penasaran bagaimana dia akan memutuskannya.
  Oh, kalau itu aku tahu caranya. Samar-samar aku bisa mendengar kata-kata Gale terakhir dari balik lapisan bulu. Katniss akan memilih orang yang menurutnya tanpa keberadaan pria itu tak sanggup membuatnya bertahan hidup.
®LoveReads

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Mockingjay Bab 23"

Posting Komentar