BAB 17
KAGET. Itulah yang kurasakan ketika Haymitch
memberi-tahuku di rumah sakit. Aku berlari menuruni tangga menuju Ruang
Komando, pikiranku berputar cepat, dan aku langsung masuk ke rapat perang.
“Apa maksudmu aku takkan pergi ke Capitol?
Aku harus pergi! Aku ini Mockingjay!” aku berseru.
Coin bahkan tidak mengangkat wajahnya dari
layar. “Dan sebagai Mockingjay, tujuan utamamu menyatukan distrik-distrik
melawan Capitol telah tercapai. Jangan kuatir—jika semuanya lancar, kami akan
menerbangkanmu untuk menemui mereka yang menyerah.”
Yang menyerah?
“Itu artinya sudah terlambat! Aku akan
ketinggalan pertempurannya. Kau membutuhkanku—aku pemanah terbaik yang kau
punya!” Aku berteriak. “Biasanya aku tidak membangga-banggakan diriku tentang
ini, tapi aku yakin aku tidak salah. Gale pergi.”
“Gale ikut latihan setiap hari kecuali dia
melaksanakan tugas lain yang sudah disetujui. Kami yakin dia bisa urus dirinya
sendiri di lapangan,” kata Coin. “Kira-kira sesi latihan yang kauikuti selama
ini?”
Tidak ada. Itulah jumlah latihan yang
kuikuti. “Kadang-aku berburu. Dan… Aku berlatih dengan Beetee di Persenjataan
Khusus.”
“Itu tidak sama, Katniss,” kata Boggs. “Kita
semua tahu kau cerdas, berani, dan pemanah ulung. Tapi kami membutuhkan
prajurit di lapangan. Kau sama sekali tidak paham soal me-matuhi perintah, dan
fisikmu bukan dalam kondisi prima.”
“Keadaanku tidak mengganggumu ketika aku berada
di Delapan. Atau Dua,” sahutku.
“Awalnya kau juga tidak diperintahkan untuk
bertempur dalam dua distrik tersebut,” kata Plutarch, yang melirikku untuk
memberi tanda bahwa aku hampir membongkar terlalu banyak.
Pengeboman di 8 dan campur tanganku di 2
dilakukan secara spontan, tanpa pikir panjang, dan pastinya tanpa izin.
“Dan dalam dua kejadian itu akibatnya kau
terluka,” Boggs mengingatkanku. Mendadak, aku bisa melihat diriku dari sudut
pandangnya. Gadis kecil tujuh belas tahun yang masih kepayahan terengah-engah
karena luka di rusuknya belum sembuh benar. Berantakan. Tidak disiplin. Dalam
masa pe-nyembuhan. Bukan tentara, tapi seseorang yang harus dijaga.
“Tapi aku harus pergi,” kataku.
“Kenapa?” tanya Coin.
Aku tidak bisa bilang bahwa aku harus pergi
untuk membalas dendam secara pribadi kepada Snow. Atau aku tak sanggup
membayangkan gagasan bahwa aku hanya tinggal di sini di 13 bersama Peeta versi
terbaru sementara Gale pergi berperang. Tapi aku tak pernah kekekurangan alasan
untuk ingin berperang melawan Capitol. “Karena Dua Belas. Karena mereka
menghancurkan distrikku.”
Presiden memikirkan ini sejenak.
Mempertimbangkan aku. “Kalau begitu, kau punya tiga minggu. Bukan waktu yang...
tapi kau bisa mulai latihan. jika Dewan penugasan menganggapmu layak pergi,
mungkin kasusmu akan dipertimbangkan kembali.”
Selesai. Itulah harapan terbaikku. Kurasa ini
karena kesalahanku sendiri. Aku memang melanggar jadwalku setiap hari kecuali
aku memang kepingin melakukannya. Sepertinya berlari-lari di lapangan dengan
membawa senjata sementara ba-nyak hal Iain yang berlangsung bukan menjadi
prioritasku. Dan sekarang aku membayar kelalaianku.
®LoveReads
Di rumah sakit, aku melihat Johanna dalam
keadaannyang sama dan sedang mengamuk. Kuberitahu dia tentang apa yang
diucapkan Coin. “Mungkin kau bisa ikut latihan juga.”
“Baik. Aku akan latihan. Tapi aku akan pergi
ke Capitol sialan bahkan jika aku perlu membunuh kru dan terbang ke sana
sendiri,” kata Johanna.
“Mungkin sebaiknya kau tidak menyinggung hal
itu saat latihan,” kataku. “Tapi senang mendengar bahwa aku bisa dapat
tumpangan ke sana.”
Johanna nyengir, dan aku merasa ada sedikit
perubahan namun penting dalam hubungan kami. Aku tidak tahu apakah kami bisa
berteman, tapi kata sekutu sepertinya lebih akurat. Bagus. Aku akan perlu
sekutu.
®LoveReads
Keesokan paginya, ketika kami melapor untuk
latihan pada pukul 07.30, aku dihantam oleh kenyataan. Kami didaftarkan pada
kelas pemula, anak-anak empat belas atau lima belas tahun, yang sepertinya menghina
kami sampai kemudian terlihat bahwa kondisi mereka jauh lebih baik daripada
kami. Gale dan lainnya yang sudah terpilih untuk Capitol dalam kondisi berbeda,
mereka sudah dalam tahap latihan yang lebih berat. Setelah kami meregangkan
tubuh—yang menyakitkan—ada dua jam latihan memperkuat tubuh—yang
menyakitkan—dan lari sejauh lima mil—yang membuatku setengah mati. Bahkan
dengan hinaan-hinaan Johanna yang memacu motivasi—tapi aku tak kuat untuk
melanjutkan, aku harus berhenti ketika baru berlari sejauh satu mil.
“Rusukku,” aku menjelaskan pada pelatih,
wanita parobaya yang galak, yang harus kami panggil dengan sebutan Prajurit
York. “Masih memar.”
“Kuberitahu ya, Prajurit Everdeen, memarmu
butuh waktu paling sedikit sebulan lagi untuk sembuh dengan sendirinya,” kata
wanita itu.
Aku menggeleng. “Aku tidak punya waktu
sebulan.”
Dia memandangku dari atas ke bawah. “Para
dokter belum menawarimu pengobatan apa pun?”
“Apakah ada pengobatan?” tanyaku. “Mereka
bilang akan sembuh sendiri.”
“Itu kan kata mereka. Tapi mereka bisa
mempercepat proses penyembuhanmu jika aku merekomendasikannya. Tapi kuperingatkan
ya, caranya tidak menyenangkan,” katanya padaku.
“Tolonglah. Aku harus ikut ke Capitol,”
jawabku.
Prajurit York tidak mempertanyakan hal ini.
Dia mencoret-coret sesuatu di notesnya dan menyuruhku langsung ke rumah sakit.
Aku ragu-ragu. Aku tidak mau ketinggalan latihan lagi “Aku akan kembali untuk
sesi latihan siang.” Aku berjanji.
Prajurit York hanya memonyongkan bibirnya.
®LoveReads
Dua puluh empat tusukan jarum kemudian di
rusukku, aku terbaring telentang di ranjang rumah sakit, mengatupkan gigi-ku
rapat-rapat agar tidak memohon mereka menyuntikkan morfin ke tubuhku. Morfin
ada di samping ranjangku dan aku bisa memakainya sebanyak yang kubutuhkan.
Belakangan aku jarang memakainya, tapi aku menyimpannya demi Johanna. Hari ini
mereka memeriksa darahku untuk memastikan bahwa tubuhku bersih dari penghilang
rasa sakit, karena campuran dua jenis obat—morfin dan entah apa yang mereka
suntikkan dan membuat rusukku seperfi terbakar—memiliki efek samping yang
berbahaya. Mereka sudah menjelaskan bahwa aku akan kesakitan dalam dua hari ke
depan. Tapi kukatakan pada mereka untuk melaniutkan pengobatan.
Malam yang buruk di kamar kami. Aku tidak
mungkin bisa tidur. Kupikir aku bisa mencium lingkaran kulit di dadaku
terbakar, dan Johanna sedang melawan ketagihannya. Sebelurnnya, ketika aku
minta maaf karena harus memutuskan pasokan morfinnya, Johanna hanya melambaikan
tangan, seraya berkata bahwa itu memang harus terjadi. Tapi pada jam tiga pagi,
aku jadi sasaran caci maki dengan bermacam-macam kata-kata kasar dari Distrik
7. Menjelang pagi, Johanna menarikku turun dari ranjang, bertekad untuk
menyuruhku latihan.
“Kurasa aku tidak sanggup melakukannya,”
kataku.
“Kau bisa melakukannya. Kita berdua bisa.
Ingat, kita ini kan pemenang? Kita adalah orang-orang yang selamat dari apa pun
yang mereka lemparkan pada kita,” Johanna membentak-ku. Wajahnya tampak pucat kesakitan,
dan dia pun gemetaran. Aku berganti pakaian.
Kami pasti pemenang karena bisa selamat
hingga pagi ini. Kupikir johanna akan meninggalkanku saat kami menyadari bahwa
di luar ternyata hujan. Wajahnya makin pucat dan dia seakan berhenti bernapas.
“Itu
cuma air. Takkan membunuh kita,” kataku. Dia mengertakkan giginya dan berjalan
dengan langkah mantap ke dalam lumpur. Hujan menguyupkan kami ketika latihan
fisik dan membuat becek jalur lari. Aku berhenti lagi setelah berlari dan aku
harus melawan godaan untuk melepaskan kausku agar air dingin bisa membasuh
rusukku yang terbakar. Aku memaksa diriku menelan makan siangku terdiri atas
ikan lembek dan sup sayuran bit. Johanna berhasil menyantap setengah isi
mangkuknya sebelum muntah.
®LoveReads
Sore harinya,
kami belajar memasang senjata. Aku berhasil, tapi Johanna tidak bisa
menghentikan tangannya agar tidak gemetar untuk bisa menyusun bagian-bagian
senjata itu. Ketika York memunggungi kami, aku membantunya. Meskipun hujan
turun tanpa henti, sore itu kami mengalami kemajuan karena kami berada di
lapangan tembak. Pada akhirnya, aku bisa melakukan sesuatu yang mahir
kulakukan. Perlu waktu sejenak untuk menyesuaikan diri dari busur ke senapan,
tapi ketika hari berakhir, aku mendapat nilai terbaik di kelasku.
Kami berada di balik pintu rumah sakit ketika
Johanna berkata, “Ini harus dihentikan. Kita tinggal di rumah sakit. Semua
orang memandang kita sebagai pesakitan.”
Itu bukan masalah buatku. Aku bisa pindah ke
kompartemen keluargaku, tapi Johanna tak pernah mendapat kompartemen. Saat dia
berusaha dipulangkan dari rumah sakit, mereka tak setuju membiarkannya tinggal
sendirian, bahkan jika dia datang setiap hari untuk konsultasi dengan dokter
jiwa. Kurasa mereka sudah tahu tentang kecanduan morfinnya dan masih ditambah
dengan pandangan mereka bahwa dia tidak stabil.
“Dia
takkan sendirian. Aku akan sekamar dengannya,” kataku. Ada ketidak-setujuan,
tapi Haymitch mendukung kami, dan ketika jam tidur tiba, kami punya kompartemen
di seberang kompartemen Prim dan ibuku, yang setuju untuk mengawasi kami.
Setelah aku mandi, dan Johanna hanya mengelap
tubuhnya dengan kain basah, dia memeriksa tempat itu dengan saksama. Ketika dia
membuka laci yang menyimpan beberapa barang pribadiku, dia langsung menutupnya.
“Maaf.”
Aku teringat isi laci Johanna Cuma pakaian
resmi dari pemerintah. Dia tak punya barang yang disebut sebagai barang
pribadinya. “Tidak apa-apa. Kau boleh melihat barangku jika kau mau.”
Johanna membuka bandul kalungku,
memperhatikan foto Gale, Prim, dan ibuku. Dia membuka parasut perak mutiara dan
mengeluarkanan alat sadap dan memasangnya di jari kelingkingnya “Melihatnya
saja, aku jadi haus.” Lalu dia melihat mutiara yang diberikan Peeta untukku.
“Apakah ini…”
“Yeah,” kataku. “Entah bagaimana masih
terbawa olehku.” Aku tidak ingin bicara tentang Peeta. Satu hal yang bagus dari
latihan adalah membuatku berhenti memikirkannya.
“Haymitch bilang dia membaik,” kata Johanna.
“Mungkin. Tapi dia berubah,” kataku.
“Kau juga. Aku juga. Finnick, Haymitch, dan
Beetee juga. Jangan sampai aku mulai bicara tentang Annie Cresta. Arena Hunger
Games membuat kita lumayan kacau ya? Atau apakah kau masih merasa seperti anak
perempuan yang mengajukan diri menggantikan adiknya?” tanya Johanna padaku.
“Tidak,” jawabku.
“Kurasa dokter jiwaku mungkin benar tentang
satu hal. Tak ada jalan kembali. Jadi sebaiknya kita terima saja keadaan ini.”
Dengan rapi dia mengembalikan benda-benda kesayanganku ke dalam laci dan naik
ke ranjang di seberangku tepat ketika lampu dimatikan. “Kau tidak takut aku
akan membunuhmu malam ini?”
“Memangnya kaupikir aku tidak bisa
melawanmu?” jawabku.
Kemudian kami berdua tertawa.
Karena tubuh kami berdua sudah letih
kepayahan, butuh keajaiban jika kami bisa bangun besok pagi.
Tapi
kami bisa.
®LoveReads
Setiap
pagi, kami bangun. Dan pada akhir minggu, rusukku nyaris terasa seperti baru,
dan Johanna bisa memasang senapannya tanpa bantuan.
Prajurit York mengangguk, memberi tanda bahwa
kami bekerja dengan baik saat hari berakhir. “Bagus, Prajurit.”
Ketika kami sudah berada di luar jarak
pendengaran, Johanna bergumam, “Kupikir memenangkan Hunger Games lebih mudah.”
Tapi wajahnya terlihat senang.
Kenyataannya, kami dalam kondisi semangat
yang bagus ketika masuk ke ruang makan, di sana Gale menungguku untuk makan
bersama. Porsi besar sup daging sapi juga tidak merusak suasana hatiku.
“Kiriman makanan pertama tiba pagi ini,” kata Greasy Sae. “Itu daging sapi
sungguhan, dari Distrik Sepuluh. Bukan daging anjing liar.”
“Seingatku kau tidak pernah menolak daging
anjing,” tukas Gale
Kami bergabung di satu meja yang terdiri atas
Delly, Annie, dan Finnick. Ada yang berbeda melihat perubahan yang terjadi pada
Finnick sejak pernikahannya. Perwujudan dirinya sebelum ini—pujaan hati Capitol
yang bejat yang kutemui sebelum Quell, sekutu yang penuh tanda tanya di arena,
pemuda yang hancur yang berusaha menguatkan diri—digantikan oleh seseorang yang
memancarkan kehidupan. Pesona Finnick dengan humornya yang penuh sindiran pada
diri sendiri dan sifatnya yang santai tampak untuk pertama kalinya. Dia tak
pernah melepaskan tangan Annie. Tidak melepaskannya saat berjalan, atau bahkan
saat makan. Aku yakin dia tak pernah ingin melepaskannya. Annie juga berada
dalam kabut kebahagiaan. Ada beberapa saat ketika aku bisa melihat ada sesuatu
yang terlintas dalam benaknya dan dunia lain meutup Annie dari kami. Tapi
beberapa kata dari Finnick yang mengembalikan Annie ke alam nyata.
Delly, kukenal sejak kanak-kanak tapi jarang
kuingat, sudah makin dewasa seperti yang kuperkirakan. Dia diberitahu apa yang
dikatakan Peeta padaku pada malam setelah pernikah an, tapi dia bukan
penggosip. Haymitch bilang Delly adalah pembela utamaku ketika Peeta meledak
mengamuk terhadapku. Dia selalu mendukungku. Menyalahkan pandangan-pandangan
negatif Peera pada siksaan Capitol. Delly memiliki pengaruh pada Peeta daripada
kami semua, karena Peeta benar-benar mengenalnya. Jika dia membumbui cerita
tentangku agar jadi lebih aik, aku menghargai usahanya. Sejujurnya aku butuh
sedikit bumbu itu.
Aku kelaparan dan sup itu lezat sekali—daging
sapi, kentang, lobak, da bawang di dalam kuah yang kental—dan aku harus menahan
diri agar tidak makan terlalu cepat. Di dalam ruang makan, kami bisa merasakan
efek pembangkit semangat yang dihasilkan oleh makanan lezat. Bagaimana makanan
itu bisa membuat orang-orang jadi lebih baik, lebih lucu, lebih optimis, dan
mengingatkan mereka bahwa terus melanjutkan hidup bukanlah kesalahan. Jauh
lebih baik daripada obat apa pun. Jadi aku berusaha membuatnya bertahan lebih
lama dan bergabung dalam percakapan. Aku mengelap sisa kuah dengan rotiku, lalu
mengunyah roti itu sambil mendengar Finnick menceritakan cerita konyol tentang
kura-kura laut yang kabur dengan topinya.
Aku
tertawa sebelum menyadari bahwa dia berdiri di sana. Tepat di seberang meja, di
belakang kursi kosong di samping Johanna. Memandangiku. Aku tercekat sejenak
ketika roti menyangkut di tenggorokanku.
“Peeta!” kata Delly. “Senang melihatmu
keluar… dan jalan-jalan.”
Dua penjaga bertubuh besar berdiri di
belakangnya. Peeta memegang nampannya dengan canggung, yang diseimbangkan di
atas jemarinya karena pergelangan tangannya dibelenggu dengan rantai pendek.
“Kenapa pakai gelang mewah itu?” tanya
Johanna.
“Aku belum bisa dipercaya sepenuhnya,” kata
Peeta. “Aku bahkan tidak bisa duduk di sini tanpa izinmu.” Dia mengedikkan
kepalanya ke arah para penjaga.
“Tentu dia boleh duduk di sini. Kami teman lama,”
kata Johanna, sambil menepuk kursi di sampingnya. Dua penjaga itu mengangguk
dan Peeta pun duduk. “Aku dan Peeta mendapat sel yang bersebelahan di Capitol.
Jadi sudah tidak asing lagi dengan jeritan satu sama lain.”
Annie, yang duduk di sisi lain Johanna,
melakukan hal yang biasa dilakukannya untuk keluar dari kenyataan yaitu dengan
menutup telinganya. Finnick menatap marah pada Johanna sementara lengannya
merangkul Annie.
“Apa? Dokter jiwaku bilang aku sebaiknya
tidak menyensor pikiranku. Ini bagian dari terapi,” sahut Johanna.
Kegembiraan mengucur keluar dari pesta kecil
kami. Finnick menggumamkan kata-kata di telinga Annie sampai dia perlahan-lahan
melepaskan tangannya. Ada keheningan yang panjang ketika orang-orang pura-pura
makan.
“Annie,” kata Delly dengan nada riang, “kau
tahu tidak Peeta ini yang menghias kue pengantinmu? Di distrik dulu,
keluarganya punya toko roti dan dia yang membuat hiasannya.”
Dengan hati-hati Annie melihat melewati
Johanna. “Terima kasih, Peeta. Indah sekali.”
“Dengan
senang hati, Annie,” kata Peeta, dan aku mendengar nada lembut dalam suaranya
yang kupikir sudah lenyap selamanya. Memang kata-kata itu tidak ditujukan
padaku. Tapi tetap saja ada di sana.
“Jika kita ingin tepat waktu untuk
jalan-jalan, sebaiknya kita pergi sekarang,” kata Finnick pada Annie. Dia
mengatur nampan mereka agar bisa membawanya dengan satu tangan sementara tangan
satunya menggenggam erat tangan Annie. “Senang bertemu denganmu, Peeta.”
“Baik-baiklah padanya, Finnick. Atau aku akan
berusaha dan merebutnya darimu.” Kata-kata itu bisa saja terdengar sebagai
candaan, jika nadanya tidak sedingin itu. Segala yang tersampaika di sana
terdengar salah. Ketidakpercayaannya pada Finnick, maksud tersirat bahwa Peeta
bisa jadi menyukai Annie, dan Annie bisa meninggalkan Finnick, dan aku bahkan
tak ada di sini.
“Oh, Peeta,” kata Finnick santai. “Jangan
membuatku menyesal sudah menghidupkan jantungmu lagi.” Dia menarik Annie
menjauh dan memandang kuatir padaku.
Setelah mereka pergi, Delly langsung mencela
sikap Peeta, “Dia sudah memelamatkanmu, Peeta. Lebih dari sekali.”
“Demi gadis itu.” Peeta mengangguk singkat
padaku. “Demi pemberontakan. Bukan demi aku. Aku tidak berutang apa pun
padanya.”
Tidak seharusnya aku termakan pancingan ini,
tapi aku tidak tahan. “Mungkin tidak. Tapi Mags tewas dan kau masih ada di
sini. Seharusnya itu berarti sesuatu.”
“Yeah, banyak hal yang seharusnya berarti
sesuatu yang ternyata tidak seperti itu artinya, Katniss. Aku punya banyak
kenangan yang tak masuk akal, dan menurutku Capitol tidak mengutak-atik
kenangan itu. Malam-malam di kereta, contohnya,” kata Peeta.
Sekali lagi dia menyatakan maksud
terselubung. Bahwa apa yang terjadi di kereta waktu itu lebih dari apa yang
sekadar terjadi. Apa yang terjadi di kereta—malam-malam ketika aku hanya bisa
menjaga kewarasanku karena lengan Peeta merangkulku—tak lagi penting. Semuanya
dusta, semuanya hanya cara memanfaatkan dirinya.
Peeta membuat gerakan kecil dengan sendoknya,
menghubungkan aku dan Gale. “Jadi, kalian berdua sekarang resmi jadi pasangan,
atau mereka masih mengulur cerita pasangan kekasih bernasib malang itu?”
“Masih mengulur,” kata Johanna,
Kedua tangan Peeta langsung kejang-kejang dan
memaksanya mengepalkan tangannya kuat-kuat, lalu telapak tangannya terentang
aneh. Apakah itu dilakukannya untuk menahan tangannya agar tidak mencekik leherku?
Aku bisa merasakan ketegangan otot Gale yang berada di sampingku, dan aku tak
bakal terjadi pertengkaran hebat. Tapi Gale hanya berkata, “Aku takkan percaya
jika tidak melihatnya sendiri.”
“Apa?” tanya Peeta.
“Kau,” jawab Gale.
“Kau harus lebih spesifik,” kata Peeta. “Ada
apa dengan-ku?”
“Katanya mereka sudah menggantimu dengan
versi mutt-iblis yang serupa denganmu,” ujar Johanna.
Gale menghabiskan susunya. “Kau sudah
selesai?” tanyanya padaku.
Aku
berdiri dan kami melintasi ruangan untuk menaruh nampan-nampan kami. Di pintu,
seorang pria tua menghentikanku karena aku masih memegangi sisa roti yang sudah
dicelup ke kuah. Ada sesuatu di raut wajahku, atau mungkin kenyataan bahwa aku
tidak berusaha menutupi rotiku, membuat sikapnya tidak terlalu keras
terhadapku. Dia membiarkanku memasukkan roti ke mulutku lalu berjalan pergi.
Aku dan
Gale sudah hampir tiba di kompartemenku ketika dia bicara lagi. “Aku tidak
mengira bakal seperti tadi.”
“Sudah kubilang dia membenciku,” kataku.
“Caranya membencimu. Terasa sangat… familier.
Aku biasa merasa seperti itu,” katanya mengakui. “Saat aku melihatmu menciumnya
di televisi. Hanya saja aku tahu bahwa aku tidak sepenuhnya bersikap adil. Dia
tidak bisa memahami itu.”
Kami tiba di pintu kompartemenku. “Mungkin
dia hanya memahamiku sebagaimana sesungguhnya diriku. Aku harus tidur.”
Gale memegang lenganku sebelum aku bisa
menghilang. “Jadi itu yang kau pikirkan sekarang?” Aku mengangkat bahu.
“Katniss, sebagai teman lamamu, percayalah padaku saat kubilang dia tidak
memahamimu sebagaimana sesungguhnya dirimu.” Gale mencium pipiku lalu pergi.
®LoveReads
Aku duduk di ranjangku, berusaha memasukkan
informasi dari buku Taktik Militer ke dalam otakku sementara kenangan-kenagan
tentang malam-malam di kereta bersama Peeta mengganggu konsentrasiku.
Setelah
lewat dua puluh menit, Johanna datang dan melempar tubuhnya di ujung ranjangku.
“Kau melewatkan bagian terbaik. Delly kehilangan kesabaran pada Peeta karena
perlakuannya padamu. Dia bisa jadi cerewet sekali. Rasanya seperti ada orang
yang berulang-ulang menusukkan garpu ke tikus. Perhatian semua orang di ruang
makan tertuju padanya.”
“Apa yang dilakukan Peeta?” tanyaku.
“Dia berdebat dengan dirinya sendiri seakan
ada dua orang yang bicara. Penjaga-penjaga datang untuk membawanya pergi. Pada
bagian lain yang menyenangkan, tak ada seorang pun yang sepertinya sadar aku
menghabiskan sup milik Peeta.” Johanna mengelus-elus perutnya yang menggembung.
Aku melihat kotoran yang berlapis-lapis di bagian bawah kukunya. Aku jadi
penasaran apakah orang-orang di 7 kenal yang namanya mandi.
Kami menghabiskan dua jam saling bertanya-jawab
tentang istilah-istilah militer. Aku mengunjungi ibuku dan Prim sebentar.
Ketika aku kembali ke kompartemenku, mandi, dan memandangi kegelapan, aku
akhirnya bertanya, “Johanna, kau bisa benar-benar mendengarnya menjerit?”
“Teriakan itu bagian dari siksaan,” kata
Johanna. “Seperti burung jabberjay di arena. Hanya saja teriakan ini nyata. Dan
tidak berhenti setelah satu jam. Tik, tok.”
“Tik, tok,”
Bunga mawar. Mutt serigala. Para peserta.
Hiasan kue lumba-lumba. Teman-teman. Mockingjay-mockingjay. Para penata gaya.
Aku.
Semuanya menjerit dalam mimpiku malam ini.
®LoveReads
Belum ada tanggapan untuk "Mockingjay Bab 17"
Posting Komentar