Catching Fire Bab 8



Bab 8

"JANGAN" aku menjerit lalu berlari maju.
Sudah terlambat mencegah tangan yang memegang cambuk itu untuk berhenti bergerak turun, dan secara naluriah aku tahu aku tak punya kekuatan untuk menghalanginya. Tapi aku malahan melemparkan diriku tepat di antara cambuk dan Gale. Aku merentangkan kedua lenganku untuk melindungi sebanyak mungkin tubuh Gale yang sudah kepayahan, jadi tak ada apa pun yang bisa kupakai untuk menangkis cambukan. Aku menerima cambukan dengan kekuatan penuh itu di sisi kiri wajahku.
Rasa sakit seketika membutakanku. Kilatan-kilatan cahaya melintas di hadapanku dan aku langsung berlutut. Satu tanganku memegang wajah sementara 1 tangan lain menahan berat tubuhku supaya aku tak jatuh terguling. Aku bisa merasakan air mata yang hendak mendesak keluar, bengkak karena luka itu membuat mataku tertutup. Batu-batuan di bawahku basah karena darah Gale, udara terasa berat dengan bau amis darah.
"Hentikan. Kau bisa membunuhnya" pekikku.
Aku sempat melihat sekilas wajah penyerangku. Wajah yang keras dengan garisgaris yang dalam, dan mulut yang keji. Rambut kelabunya dipangkas sampai hampir botak, matanya begitu hitam seolah hanya ada pupil mata saja disana, hidung yang lurus dan panjang tampak memerah karena udara yang dingin menggigil. Tanganku otomatis bergerak ke punggung, mencari panah, tapi tentu saja senjataku tersimpan aman di hutan. Aku menggertakkan gigi bersiap menghadapi cambukan berikutnya.
"Tunggu" terdengar suara lantang.
Haymitch muncul dan tersandung Penjaga Perdamaian yang terbaring di tanah. Ternyata Darius. Benjolan besar berwarna ungu menonjol di sela-sela rambut merahnya di dekat dahinya. Dia pingsan tapi masih bernapas. Apa yang terjadi? Apakah dia berusaha menolong Gale sebelum aku tiba?
Haymitch tak memedulikan Darius dan menarikku berdiri dengan kasar. Tangan Haymitch mengangkat daguku. "Minggu depan dia ada pemotretan untuk menjadi model gaun pengantin. Apa yang harus kukatakan pada penata gayanya?"
Aku melihat binar di mata pria bercambuk itu, menunjukkan bahwa dia mengenaliku. Terbungkus pakaian tebal di udara dingin, wajahku bebas riasan, kepang rambutku diselipkan di balik jaket, tak mudah mengenaliku sebagai pemenang Hunger Games terakhir. Apalagi dengan setengah wajahku yang bengkak ini. Tapi Haymitch sudah muncul bertahun-tahun di TV, dan dia jenis orang yang sulit dilupakan.
Pria itu menyautkan cambuk dipinggangnya. "Dia menyela hukuman yang dijatuhkan pada penjahat yang sudah mengaku salah."
Segalannya tentang pria ini, suaranya yang penuh kuasa, aksennya yang aneh, menyiratkan ancaman yang asing dan berbahaya. Darimana asal pria ini? Distrik 11? 3? Langsung dari Capitol?
"Aku tak peduli jika dia meledakkan Gedung Pengadilan. Lihat pipinya. Kaupikir pipi semacam ini siap untuk kamera dalam seminggu?" bentak Haymitch.
Suara pria itu masih terdengar dingin, tapi aku bisa merasakan sedikit keraguan. "Itu bukan masalahku."
"Bukan? Sebentar lagi ini akan jadi masalahmu, sobat. Telepon pertamaku saat aku di rumah nanti adalah ke Capitol," kata Haymitch. "Aku mau mencaritahu siapa yang memberimu hak untuk merusak wajah cantik pemenang kita ini"
"Lelaki ini berburu tanpa izin. Lagipula apa urusannya dengan dia?" tanya pria itu.
"Lelaki ini sepupunya." Peeta menggamit lenganku sekarang, tapi genggamannya lembut. "Dan gadis ini tunanganku. Jadi kalau kau mau menghukumnya, kau harus melewati kami berdua."
Mungkin kamilah orangnya. Tiga orang di distrik yang bisa berdiri melawan seperti ini. Meskipun aku yakin semua ini cuma sementara. Bakal ada hukuman. Tapi saat ini, yang kupikirkan adalah menjaga Gale tetap hidup. Pemimpin Penjaga Perdamaian yang baru, menoleh ke belakang melihat pasukannya. Lega rasanya ketika aku melihat wajah-wajah yang familier, teman-teman lamaku di Hob. Dari ekspresi wajah mereka terlihat bahwa mereka tak menyukai kejadian yang mereka saksikan ini.
Seorang wanita bernama Purnia yang biasa makan di Greasy Sae melangkah maju dengan kaku, "Saya yakin, untuk pelanggaran pertama, jumlah cambukan sudah ditetapkan dalam jumlah tertentu. Kecuali hukumannya adalah hukuman mati, yang akan dilaksanakan oleh regu tembak."
"Apakah itu protokol standar disini?" tanya Pemimpin Penjaga Perdamaian.
"Ya, Sir," jawab Purnia dan beberapa orang mengangguk setuju. Aku yakin tak ada seorangpun yang tau, karena di Hob aturan protokol standar untuk orang yang datang membawa kalkun liar adalah semua orang menawar untuk memperoleh daging pahanya.
"Baiklah. Bawa pergi sepupumu dari sini, Nak. Dan jika dia sadar nanti, ingatkan dia jika lain kali dia berburu di tanah milik Capitol, aku sendiri yang akan memilih anggota regu tembaknya." Pemimpin Penjaga Perdamaian itu menyeka cambuknya dengan tangan, mencipratkan jejak darahnya pada kami. Kemudian dia menggulungnya dengan cepat dan rapi lalu berlalu pergi.
Sebagian besar Penjaga Perdamaian lain berbaris kaku di belakangnya. Sekelompok lain mengangkat tubuh Darius dengan memegangi kaki dan tangannya. Aku sempat menangkap tatapan Purnia dan mulutku membentuk ucapan "Terima kasih" tanpa suara sebelum dia pergi. Dia tak menjawab, tapi aku yakin dia memahaminya.
"Gale." Aku berbalik, kedua tanganku berusaha melepaskan ikatan yang membelenggu pergelangan tangannya.Ada orang yang mengulurkan pisau dan Peeta memotong tali itu. Gale langsung terjatuh ke tanah.
"Lebih baik kita segera membawanya ke ibumu," kata Haymitch.
Tidak ada usungan, tapi wanita di toko pakaian menjual papan penutup tokonya pada kami. "Tapi kalian jangan bilang darimana mendapatkannya," katanya, dan segera mengemas sisa barang-barangnya dengan cepat.
Pada saat kami membaringkan Gale tengkurap di papan, hanya sedikit orang yang tersisa untuk mengangkutnya pulang. Haymitch, Peeta dan beberapa penambang yang bekerja bersama Gale mengangkatnya.
Leevy, gadis yang tinggal beberapa rumah jauhnya dari tambang di Seam, menggandeng lenganku. Ibuku menyelamatkan nyawa adik lelakinya tahun lalu ketika kena campak. "Kau perlu bantuan untuk pulang?" Mata kelabunya tampak takut tapi penuh tekad.
"Tidak, tapi bisakah kau mencari Hazelle? Lalu memintanya ke rumahku?" tanyaku.
"Yeah," kata Leevy, memutar langkahnya.
"Leevy" panggilku. "Jangan biarkan dia membawa anak-anaknya."
"Tidak. Aku yang akan menemani mereka," jawabnya.
"Terima kasih." Aku mengambil jaket Gale dan bergegas menyusul yang lain.
"Taruh salju di sana," perintah Haymitch sambil menoleh ke belakang.
Aku mengambil segenggam salju dan menekankannya di pipiku, membuat lukaku sedikit mati rasa. Air mata mengalir deras dari mata kiriku sekarang, dan dalam cahaya temaram ini yang bisa kulakukan hanyalah mengikuti sepatu bot orang yang berada di depanku.
Sembari kami berjalan aku mendengar Bristel dan Thom, dua orang rekan kerja Gale, menceritakan kejadian yang terjadi. Gale pasti pergi ke rumah Cray, seperti yang sudah biasa dilakukannya, karena dia tau bayaran Cray bagus untuk membeli kalkun liar. Tapi disana, dia malah bertemu dengan Pemimpin Penjaga Perdamaian yang baru, pria yang mereka dengar bernama Romulus Thread. Tak seorangpun yang tau apa yang terjadi pada Cray. Dia masih membeli minuman keras di Hob pagi ini, dan masih jadi pemimpin distrik, tapi sekarang tak seorangpun bisa menemukannya.
Thread langsung menangkap Gale, dan tentu saja karena Gale berdiri disana sambil memegang kalkun mati, nyaris tak ada yang bisa dikatakan Gale untuk membela dirinya. Kabar tentang Gale yang berada dalam kondisi genting menyebar cepat. Dia dibawa ke alun-alun, dipaksa untuk mengaku bersalah atas kejahatannya dan hukuman cambuk untuknya dilaksanakan saat itu juga.
Pada saat aku tiba, dia sudah dicambuk tak kurang dari 40 kali. Pada cambukan ke tiga puluh, Gale pingsan.
"Untungnya dia hanya membawa kalkun," kata Bristel. "Kalau dia membawa buruan yang biasanya, akibatnya mungkin bisa lebih buruk."
"Gale memberitau Thread bahwa dia menemukan kalkun itu berjalan di sekitar Seam. Dia bilang kalkun itu berhasil melewati pagar dan dia menusuknya dengan batang kayu. Tetap saja dianggap kejahatan. Tapi jika mereka tau dia berada di hutan dengan senjata, mereka pasti sudah membunuhnya," kata Thom.
"Bagaimana dengan Darius?" tanya Peeta.
"Setelah sekitar dua puluh kali cambukan, Darius menyela dan mengatakan bahwa hukumannya sudah cukup. Hanya saja dia tak melakukannya dengan cerdas dan resmi, seperti yang dilakukan Purnia. Dia menarik lengan Thread dan Thread memukul kepalanya dengan gagang cambuk. nasibnya memang tak bagus," kata Bristel.
"Kedengarannya nasib kita semua tak bagus," kata Haymitch.
Salju mulai turun, tebal dan basah, membuat jarak pandang jadi makin sulit. Aku tertatih-tatih berjalan pulang dibelakang yang lain, lebih menggunakan pendengaranku daripada mata untuk membimbingku. Ibuku, yang tak diragukan lagi sudah menungguku setelah seharian aku menghilang tanpa kabar, langsung mengambil alih situasi.
"Pemimpin baru," kata Haymitch, ibuku mengangguk sopan seakan tak ada lagi penjelasan yang diperlukan.
Aku terpesona, seperti yang kurasakan, ketika aku mengawasinya berubah dari wanita yang berteriak memanggilku untuk membunuh laba-laba menjadi wanita yang kebal rasa takut. Ketika ada orang sakit atau sekarat yang dibawa kepadanya... pada saat seperti inilah kupikir ibuku mengenal siapa dirinya. Dalam sekejap, meja dapur yang panjang sudah dibersihkan, kain steril berwarna putih dibentangkan di atasnya dan Gale dibaringkan disana.
Ibuku menuang air dari ceret ke baskom sembari memerintahkan Prim mengambil obat-obatan dari lemari obat. Rempah-rempah kering dan larutan obat dalam alkohol serta beberapa botol obat yang dibeli di toko. Aku mengamati sepasang tangan ibuku, dengan jemari yang panjang dan lancip, bergerak sigap meramu obat, menambahkan beberapa tetes itu ke dalam baskom. Merendam kain dalam cairan panas itu sementara dia memerintahkan Prim untuk menyiapkan larutan kedua.
Ibuku melirik memandangku. "Matamu luka?"
"Tidak, cuma bengkak dan tertutup," kataku.
"Tambahkan salju lagi," ibuku memberi perintah. Tapi aku jelas bukanlah prioritas utamanya.
"Bisakah Mom menyelamatkannya?" aku bertanya pada ibuku.
Dia tak menjawab saat dia memeras kain itu dan mengangin-anginkannya agar tak terlalu panas.
"Jangan kuatir," kata Haymitch. "Dulu banyak orang dicambuk sebelum Cray. Ibumulah yang merawat mereka."
Aku tak ingat kapan masa Penjaga Perdamaian sebelum Cray, masa ketika ada Pemimpin Penjaga Perdamaian yang suka main cambuk. Tapi ibuku pasti seumuranku waktu itu dan masih bekerja di toko obat dengan orangtuanya. Bahkan pada usia semuda itu, ibuku sudah memiliki tangan seorang penyembuh.
Dengan amat sangat lembut, dia mulai membersihkan daging punggung Gale yang terkoyak. Aku merasa mual, tak berguna, sisa-sisa salju menetes dari sarung tanganku membentuk genangan di lantai. Peeta mendudukkanku di kursi dan memegangi kain yang baru diisi salju di pipiku.
Haymitch menyuruh Bristel dan Thom untuk pulang, dan kulihat dia memberikan sejumlah koin ke tangan mereka sebelum mereka pergi. "Entah bagaimana nasib anggota timmu," katanya.
Mereka mengangguk dan menerima uang dari Haymitch.
Hazelle tiba, terengah-engah dan pipinya merah, ada salju di rambutnya. Tanpa bicara, dia duduk di kursi bundar di sebelah meja, memegangi tangan Gale, dan menciumnya. Ibuku bahkan tak menyambut kedatangannya. Dia masuk ke dalam zona spesial yang hanya ada dirinya dan pasien di dalamnya dan kadang-kadang bersama Prim. Kami semua hanya bisa menunggu.
Bahkan dengan tangan yang terlatih, butuh waktu lama untuk membersihkan luka-luka, menyusun kulit yang bisa diselamatkan, mengoleskan salep dan perban tipis. Ketika darahnya sudah dibersihkan, aku bisa melihat dimana tiap cambukan itu mendarat dan merasakannya bergema pada luka di wajahku. Kukalikan rasa sakit yang kurasakan sekali, dua kali, empat kali, delapan kali, dan berharap Gale tetap dalam keadaan tak sadarkan diri. Ketika perban terakhir dipasang, terdengar erangan dari bibirnya.
Hazelle membelai rambut Gale dan berbisik di telinganya sementara ibuku dan Prim mencari-cari obat penghilang rasa sakit di tempat persediaan obat mereka yang terbatas. Obat-obatan semacam itu sulit didapat, mahal. Ibuku selalu menyimpan obat yang paling kuat untuk rasa sakit yang terburuk, tapi seperti apa rasa sakit yang terburuk? Ibuku berusaha menyimpan obat-obatnya buat mereka yang sesungguhnya berada diambang kematian, untuk memudahkan jalan mereka pergi meninggalkan dunia.
Karena Gale sudah siuman, mereka memutuskan untuk mencekokkan ramuan rempah lewat mulutnya.
"Itu tak cukup," kataku.
Mereka memandangku.
"Aku tau seperti apa rasanya. Ramuan tadi bahkan tak bisa menghilangkan sakit kepala."
"Kita akan mencampurnya dengan sirup tidur, Katniss dan dia akan bisa mengatasinya. Rempah-rempah ini tujuannya lebih untuk radangnya..," ibuku berusaha menjelaskan dengan tenang.
"Berikan saja obat itu padanya" aku berteriak pada ibuku. "Berikan padanya. Memangnya siapa yang bisa memutuskan seberapa besar rasa sakit yang bisa ditahannya?"
Gale mulai bergerak bangun mendengar suaraku, berusaha mengulurkan tangannya padaku. Gerakan itu membuat darah segar membasahi perbannya. Terdengar suara tersiksa dari mulutnya.
"Bawa dia keluar," kata ibuku.
Haymitch dan Peeta bisa dibilang menggendongku keluar dari ruangan sementara aku mencaci maki ibuku. Mereka membaringkanku dengan paksa di ranjang yang terdapat di salah satu kamar tamu sampai aku berhenti meronta-ronta.
Sementara aku terbaring disana, menangis terisak-isak, air mata mendesak keluar dari celah mataku, aku mendengar Peeta berbisik pada Haymitch tentang Presiden Snow, tentang pemberontakan di Distrik 8.
"Dia mau kita semua melarikan diri," kata Peeta, tapi jika Haymitch punya pendapat tentang hal ini, dia tak mengatakannya.
Setelah beberapa saat, ibuku masuk dan mengobati wajahku. Lalu dia menggenggam tanganku, membelai lenganku, sementara Haymitch menceritakan pada ibuku apa yang terjadi pada Gale.
"Jadi sekarang dimulai lagi?" tanya ibuku. "Seperti sebelumnya?"
"Kelihatannya begitu," jawab Haymitch. "Siapa yang menyangka kita bisa sedih melihat Cray tua itu pergi?"
Cray bisa saja tak disukai karena seragamnya, tapi kebiasaannya yang gemar membujuk wanita muda kelaparan ke ranjangnya demi uang, yang membuatnya jadi sasaran kemuakan orang-orang di distrik. Di masa-masa buruk, gadis-gadis yang amat kelaparan akan menunggu di pintunya pada saat malam tiba, bersaing demi kesempatan memperoleh beberapa keping uang dengan menjual tubuh untuk memberi makan keluarga mereka. Kalau saja umurku lebih tua ketika ayahku meninggal, aku bisa saja di antara gadis-gadis itu. Tapi aku malahan belajar berburu.
Aku tidak tau persis apa maksud ibuku dengan dimulai lagi, tapi aku terlalu marah dan sakit untuk bertanya. Tapi, pemahaman tentang masa yang buruk kembali terekam dalam otakku, karena ketika bel pintu berdering, aku langsung duduk tegak di ranjangku. Siapa yang datang pada jam selarut ini. Hanya ada satu jawaban. Para Penjaga Perdamaian.
"Mereka tidak boleh menangkapnya," kataku.
"Mungkin kau yang ingin mereka tangkap," Haymitch mengingatkanku.
"Atau kau," jawabku.
"Ini bukan rumahku," Haymitch menjelaskan. "Tapi aku akan membuka pintunya."
"Jangan, biar aku saja," kata ibuku dengan tenang.
Namun kami semua mengikutinya menuju ruang depan untuk menjawab panggilan bel yang bertubi-tubi. Ketika pintu terbuka, tak ada sepasukan Penjaga Perdamaian disana, tapi hanya ada satu orang yang terbungkus salju. Madge. Dia mengulurkan kotak kardus kecil yang lembab.
"Gunakan ini untuk temanmu," katanya.
Kubuka penutup kotak, isinya enam botol kecil.
"Itu punya ibuku. Dia bilang aku boleh mengambilnya. Tolong, kaupakai saja ya."
Madge berlari pulang menembus badai sebelum kami bisa menghentikannya.
"Gadis gila," gumam Haymitch ketika kami mengikuti ibuku ke dapur.
Aku benar, ramuan apapun yang diberikan ibuku sebelumnya pada Gale tidaklah cukup. Gigi Gale bergemeretak dan kulitnya berkeringat. Ibuku mengisi jarum suntik dengan sebotol cairan bening tadi dan menyuntikkannya ke lengan Gale. Nyaris seketika, wajahnya mulai tampak rileks.
"Benda apa itu?" tanya Peeta.
"Ini dari Capitol. Namanya morfin," jawab ibuku.
"Aku tidak tahu Madge kenal Gale," ujar Peeta.
"Kami biasa menjual stroberi padanya," jawabku nyaris marah. Tapi apa sebenarnya yang membuatku marah? Tentu bukan karena dia membawakan obat.
"Dia pasti sangat suka stroberi ya," kata Haymitch.
Itulah yang melukai hatiku. Kesan bahwa ada sesuatu yang terjadi antara Gale dan Madge. Dan aku tak menyukainya.
"Madge temanku," akhirnya cuma itu yang bisa kukatakan.
Sekarang setelah Gale hilang kesadaran karena obat penghilang sakit, semua orang tampak lega. Prim menyuruh kami semua makan daging rebus. Kami menawari Hazelle menginap di salah 1 kamar, tapi dia harus pulang menemani anak-anaknya yang lain. Haymitch dan Peeta juga ingin tinggal, tapi ibuku menyuruh mereka pulang dan tidur. Ibuku tau tak ada gunanya mencoba menyuruhku tidur dan dia memilih meninggalkanku untuk menjaga Gale sementara dia dan Prim beristirahat.
Aku duduk di bangku Hazelle. Dan menggenggam tangan Gale. Setelah beberapa saat, jemariku menjelajahi wajahnya. Aku menyentuh bagian-bagian wajahnya yang tak pernah kusentuh sebelumnya karena tak ada alasan untuk itu. Akhirnya sampai ke bibirnya. Bibir yang lembut dan penuh, sedikit koyak.
Apakah semua orang tampak lebih muda ketika tidur? Karena saat ini dia bisa jadi anak lelaki yang berpapasan denganku beberapa tahun lalu, anak lelaki yang menuduhku mencuri dari perangkapnya. Kami pasangan yang sempurna—anak yatim, ketakutan, tapi sama-sama bertekad kuat untuk menjaga keluarga kami tetap hidup. Kami sama-sama putus asa, tapi tak pernah lagi merasa sendirian setelah hari itu, karena kami telah menemukan satu sama lain. Kupikirkan lagi ratusan momen kebersamaan kami di hutan, memancing di sore hari yang malas, hari ketika aku mengajarinya berenang, waktu ketika kakiku terkilir dan dia membopongku pulang. Saling bergantung, saling menjaga, memaksa satu sama lain untuk berani.
Untuk pertama kalinya, aku membalikkan posisi kami dalam benakku. Kubayangkan aku melihat Gale mengajukan diri menggantikan Rory pada hari pemilihan dan dia harus direnggut pergi dari hidupku secara paksa, menjadi kekasih seorang gadis yang tak kukenal agar bisa bertahan hidup, lalu pulang ke distrik bersamanya. Tinggal bertetangga dengannya. Berjanji untuk menikahinya.
Kebencian yang kurasakan untuknya, untuk gadis hantu itu, untuk segalanya, terasa sangat nyata dan langsung membuat tenggorokanku tersekat. Gale milikku. Aku miliknya. Gagasan lain di luar itu sama sekali tak masuk akal. Kenapa aku harus melihatnya dicambuk hingga nyaris tewas agar bisa melihat semua ini?
Karena aku egois. Aku pengecut. Aku adalah tipe gadis yang ketika dibutuhkan malah bakalan lari menyelamatkan diri dan meninggalkan semua orang yang tak bisa mengikutinya untuk menderita dan mati. Inilah gadis yang ditemui Gale di hutan hari ini. Tidak heran kalau aku memenangkan Hunger Games. Tidak ada orang yang berperikemanusiaan yang bisa menang.
Kau menyelamatkan Peeta, pikirku lemah.
Tapi sekarang aku juga mempertanyakannya. Aku tau hidupku yang baik dan nyaman saat pulang ke Distrik 12 bakal tak bisa kujalani dengan nikmat jika aku membiarkan Peeta mati. Kusandarkan kepalaku diujung meja, merasa jijik pada diriku sendiri. Berharap aku mati di arena pertarungan waktu itu. Berharap Seneca Crane sudah meledakkanku berkeping-keping seperti yang dikatakan Presiden Snow jika dia bisa melakukannya ketika melihatku mengulurkan buah-buah berry.
Aku sadar jawaban tentang siapa diriku sebenarnya ada ditangan buah beracun itu. Jika aku mengulurkannya untuk menyelamatkan Peeta karena aku tau aku akan jadi orang buangan jika aku kembali tanpa dirinya, maka aku jadi orang yang tercela. Jika aku mengulurkannya karena aku mencintai Peeta, aku masih saja dicap egois, meskipun bisa dimaafkan. Jika aku mengulurkannya untuk melawan Capitol, aku jadi orang yang berharga. Masalahnya, aku tak tau pasti apa yang kupikirkan pada saat itu.
Mungkinkah orang-orang di distrik-distrik itu benar? Bahwa apa yang kulakukan itu merupakan tindakan pemberontakan, bahkan jika aku melakukannya tanpa sadar? Karena, jauh di lubuk hatiku, aku pasti tau rencanaku untuk melarikan diri tidaklah cukup untuk bisa menjaga diriku, keluargaku, atau teman-temanku agar tetap hidup. Bahkan jika aku bisa melakukannya sekalipun. Semua itu takkan mengubah apapun. Semua itu takkan mencegah orang-orang disiksa seperti yang dialami Gale hari ini.
Hidup di Distrik 12 tidak jauh berbeda dari hidup di arena pertarungan. Pada satu titik, kau harus berhenti berlari dan berbalik untuk berhadapan dengan siapapun yang menginginkan kematianmu. Yang sulit adalah menemukan keberanian untuk melakukannya. Namun, ternyata tak sulit bagi Gale. Dia pemberontak sejak lahir. Akulah orang yang membuat rencana pelarian.
"Maafkan aku," aku berbisik. Aku mendekat maju dan menciumnya.
Bulu mata Gale bergetar dan dia memandangku dengan tatapan yang masih mabuk obat bius. "Hei, Catnip."
"Hei, Gale," jawabku.
"Kupikir kau sudah pergi sekarang," katanya.
Pilihan-pilihanku sederhana. Aku bisa mati seperti binatang buruan di hutan atau aku bisa mati disini di samping Gale. "Aku takkan pergi ke mana pun. Aku akan berada disini dan menimbulkan segala macam masalah."
"Aku juga," jawab Gale. Dia berhasil tersenyum sedikit sebelum obat-obatan menariknya kembali ke alam lain.
®LoveReads

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Catching Fire Bab 8"

Posting Komentar